JAKARTA - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) secara resmi melaporkan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata ke Dewan Pengawas pada hari ini, Rabu, 2 Agustus. Pelaporan tersebut buntut operasi tangkap tangan (OTT) di Badan SAR Nasional (Basarnas) yang menjerat Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi.
“Pak Alexander Marwata telah melakukan tindak di luar prosedur terkait dengan penetapan tersangka Marsdya HA,” kata kuasa hukum MAKI Kurniawan Adi Nugroho kepada wartawan di Gedung ACLC KPK, Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu, 2 Agustus.
Kurniawan menyinggung pengumuman penetapan Henri dan bawahannya, Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka. MAKI menganggap proses ini melanggar karena surat perintah penyidikan (sprindik) tak dikeluarkan KPK melainkan oleh POM TNI.
“Tidak bisa dilakukan tanpa ada sprindiknya itu. Karena melanggar hak asasi manusia,” tegasnya.
Berikutnya, laporan ini diserahkan karena KPK seakan tak berkoordinasi dengan TNI. Seharusnya, koneksitas dilakukan sebelum tangkap tangan dilaksanakan.
“Itu poin utama yang kami laporkan ke Dewas terhadap Bapak Alexander Marwata,” ungkap Kurniawan.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan penerapan pasal suap membuat Kepala Badan SAR Nasional (Kabasarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto tetap diumumkan sebagai tersangka pada Kamis, 25 Juli. Padahal, saat itu belum ada surat perintah penyidikan (sprindik) yang diterbitkan.
“Karena prinsipnya suap menyuap ada pemberi dan penerima. Maka kita sampaikan kita menetapkan lima orang,” kata Alexander dalam konderensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 31 Juli.
Dari lima orang ini, KPK hanya menerbitkan sprindik terhadap tiga pihak swasta sebagai pemberi. Mereka adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.
BACA JUGA:
Sementara Henri dan Afri sprindiknya diterbitkan oleh POM TNI. “Kalau ketika pelaku tindak pidana masih berstatus TNI aktif maka penanganannya dilakukan pihak Puspom TNI,” tegasnya.