OTT Basarnas Berpolemik, Alexander Marwata Tegaskan Penyelidik hingga Jaksa KPK Bekerja Sesuai Kapasitas
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers penetapan Kabasarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka korupsi/FOTO: Wardhany Tsa Tsia-VOI

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyatakan tak ada yang menyalahkan penyelidik, penyidik, dan jaksa penuntut yang bertugas saat operasi tangkap tangan (OTT) Badan SAR Nasional (Basarnas). Kalaupun ada kekhilafan artinya hal itu berasal dari pimpinan.

Hal ini disampaikan setelah permintaan maaf Wakil Ketua KPK Johanis Tanak berpolemik. Saat itu, dia menyebut terjadi kekhilafan karena Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi Kabasarnas Letkol Afri B. C. ditetapkan sebagai tersangka tanpa mengikuti aturan militer.

"Saya tidak menyalahkan penyelidik, penyidik maupun Jaksa KPK. Mereka sudah bekerja sesuai dengan kapasitas dan tugasnya. Jika dianggap sebagai kekhilafan itu kekhilafan pimpinan," kata Alexander dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 29 Juli.

Alexander kemudian menjelaskan sejak awal sudah ditemukan bukti kuat perbuatan yang dilakukan lima tersangka. Bahkan, dalam gelar perkara yang dihadiri pimpinan hingga penyidik dari KPK maupun Puspom TNI tak ada yang keberatan dengan ditetapkannya Henri dan Afri sebagai tersangka.

Hanya saja, saat itu KPK menerbitkan tiga surat perintah penyidikan (sprindik) bagi tersangka dari pihak swasta. Mereka adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.

"Untuk oknum TNI penanganannya akan diserahkan ke Puspom TNI. Oleh karena itu KPK tidak menerbitkan sprindik atas nama anggota TNI yang diduga sebagai pelaku," tegasnya.

Dasar penetapan sprindik itu juga dinilai sudah jelas. "Secara substansi atau materiil sudah cukup alat bukti untuk menetapkan mereka sebagai tersangka," ujar Alexander.

"Secara administratif nanti TNI yang menerbitkan sprindik untuk menetapkan mereka sebagai tersangka setelah menerima laporan terjadinya peristiwa pidana dari KPK," sambungnya.

Diberitakan sebelumnya, Henri diduga meraup fee yang disebut sebagai dana komando hingga Rp88,3 miliar. Duit itu dikantongi dari pihak swasta yang ingin mengerjakan proyek di lembaganya sejak 2021-2023 dan diterima melalui Koorsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto.

Selain Henri dan Afri, komisi antirasuah juga menetapkan tiga pihak swasta yang memberi uang saat operasi senyap terjadi. Mereka adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.