Bagikan:

JAKARTA - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan fenomena El Nino dengan Indian Ocean Dipole (IOD) positif yang saling menguatkan, dapat memicu iklim lebih kering yang diprediksi puncaknya pada Agustus 2023.

Dwikorita mengatakan jika tiga tahun belakangan didominasi dengan fenomena La Nina, maka El Nino saat ini membuat suhu muka air laut di Samudera Pasifik itu lebih hangat dari perairan Indonesia.

"Ada aliran massa udara basah dari kepulauan Indonesia, atau uap air dari kepulauan Indonesia ke Pasifik. Jadi lebih kering, makanya kemaraunya lebih kering dibandingkan 3 tahun sebelumnya. Apalagi terjadi bersamaan dengan adanya Indian Ocean Dipole yang positif saling menguatkan, dikhawatirkan lebih kering inilah yang diprediksi puncaknya Agustus," ujar Dwikorita dilansir ANTARA, Selasa, 18 Juli. 

Menurut pengamatan, indeks El Nino pada bulan Juli mencapai 1,01 dengan level moderate, sedangkan IOD sudah memasuki positif.

Sebelumnya pada Juni hingga Dasarian I Juli, El Nino masih dalam level lemah. Dampaknya memang masih belum terasa, namun dalam waktu yang sama, fenomena El Nino dan IOD positif, yang sifatnya global dan skala waktunya panjang dan bulanan terjadi dalam waktu yang bersamaan.

Kemudian di sela-sela waktu tersebut, masih terjadi fenomena regional yang bersifat singkat yang membuat di Indonesia saat ini masih terjadi hujan. Sehingga pengaruh El Nino masih belum signifikan, dan kalah dengan fenomena regional seperti gelombang atmosfer yang aktif, gelombang Kelvin, dan gelombang Rossby, dan terjadi fenomena regional Madden-Jullian Oscillation.

"Namun kenapa dikatakan musim kemarau, karena pengaruh utama itu sesungguhnya adalah angin yang dari benua Australia. Di situ angin dari gurun kering dan dingin yang bertiup ke arah Asia, tapi melintasi Indonesia. Jadi angin kering inilah yang mengkondisikan Indonesia pada musim kemarau dan kering nya ini diperparah ada fenomena El Nino dan IOD positif," ujar dia.