Bagikan:

JAKARTA - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan prioritas pemerintah dalam Undang-undang (UU) Kesehatan adalah meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan masyarakat serta mengembalikan fungsi regulator kepada pemerintah.

"Melalui UU Kesehatan ini kami mau melakukan lompatan yang drastis agar belajar dari pengalaman. Very high jump," kata Menkes dalam Dialog FMB9 tentang UU Kesehatan diikuti secara vitual, Senin 17 Juli.

Menkes mengatakan, pandemi COVID-19 menyadarkan banyak pihak tentang berbagai persoalan layanan sektor kesehatan di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Kondisi itu mendorong inisiatif global untuk melakukan perubahan signifikan dalam sistem kesehatan nasional di masing-masing negara.

"Prioritas pemerintah dalam UU Kesehatan ada dua. Pertama, kami tingkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan masyarakat. Nomor dua, kami mau menata regulasinya agar mengembalikan fungsi regulator ke pemerintah," tuturnya disitat Antara.

Sejumlah program utama yang termuat dalam UU Kesehatan, kata Menkes, adalah penguatan program promotif dan preventif di layanan primer, sektor pembiayaan yang terukur dan fokus ke program kerja, serta distribusi SDM kesehatan yang merata dan cukup di seluruh daerah.

Dalam acara yang sama, Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena mengatakan, UU Kesehatan mengubah paradigma terhadap pelayanan kesehatan di Indonesia, dari yang semula fokus pada upaya kuratif kepada promotif dan preventif.

"Kalau sebelumnya energi, program, biaya, dan pandangan kita melihat orang Indonesia harus sakit dulu baru diobati, di UU ini kami ingin mengajak bahwa rakyat Indonesia dibuat sehat dan dicegah agar tidak gampang sakit," katanya.

Untuk itu, lanjut dia, energi sektor kesehatan dalam hal alokasi anggaran ditujukan untuk membuat masyarakat Indonesia sehat secara jasmani dan rohani.

Sejalan dengan itu, Pemerhati Kebijakan Kesehatan Prof Amal C. Sjaaf mengemukakan UU Kesehatan yang disahkan pada Selasa 11 Juli, merupakan kali ketiga mengalami perubahan yang didasari atas penyesuaian di lingkungan kesehatan.

"Undang-undang terakhir bidang kesehatan di tahun 2009. Sebelum itu UU di tahun 1992, jaraknya jauh. UU Kesehatan pertama ada di tahun 1960 atau lima tahun setelah pemilu pertama," katanya.

Ia menilai, porsi anggaran kesehatan yang didominasi oleh kegiatan kuratif dalam UU Kesehatan yang lama merupakan kebijakan yang menyimpang.

"Peraturan Presiden (Perpres) tentang Sistem Kesehatan Nasional (SKN) sudah dijabarkan bahwa kesehatan masyarakat menjadi tanggung jawab negara, sedangkan perorangan dibiayai asuransi sosial. Tapi pelaksanaannya tidak sesuai yang tertulis," katanya.

Menurut laporan National Health Account, kata Amal, 60 persen pembiayaan kesehatan diserap ke program kuratif, baik oleh masyarakat dan pemerintah.

"Itu terbalik, seharusnya mencegah orang yang sehat untuk tidak sakit. UU ini mengembalikan ke situ dengan aturan layanan primernya untuk menjaga orang sehat supaya tidak sakit," tandasnya.