Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan meminta, Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto melaksanakan penelitian soal ganja, utamanya untuk pemanfaatan medis.

Menurut dia, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) harus memiliki kemauan untuk pelaksanaan penelitian tersebut. Sebab, selama ini penelitian mengenai ganja dari sisi kesehatan tidak pernah mendapat dukungan.

"Kalau saya mau buat catatan, pernah satu ketika Menkes Ibu Nila F Moeloek mengatakan begini ketika didesak untuk membuat penelitian, 'wah, masih banyak hal lain yang perlu diteliti ketimbang ganja'," ungkap Hinca dalam diskusi Tentang Pemenjaraan Pengguna Ganja Medis yang ditayangkan di akun YouTube VOI, Kamis, 18 Juni.

Alasan semacam inilah, sambung Hinca, yang membuat ganja tidak masuk dalam prioritas penelitian. "Kata-kata kutipannya begini, 'penelitian kan mahal, maka kita harus prioritaslah. Penelitian yang menghasilkan benefitnya besar kita lakukan. Tapi kalau penelitian mahal dan benefitnya kecil, rugi, dong, dan kita masih bisa pikir yang lain dan penelitian lain masih banyak'," kata dia sambil menirukan pernyataan mantan Menkes Nila.

Padahal menurut Hinca, perdebatan baik atau tidaknya ganja bagi kesehatan sebenarnya bisa selesai jika penelitian dilakukan. Selain itu, menurutnya, penelitian ini juga menjawab dasar hukum pemidanaan bagi para pengguna ganja medis.

Dirinya juga menilai, polemik soal ganja ini terjadi karena pemerintah melalui Kemenkes tidak melakukan tugasnya dengan baik. Yakni melakukan penelitian soal ganja. 

"Jadi Menkes, apalagi ini tentang kesehatan dan obat-obatan, tulang punggungnya adalah riset," tegasnya.

Kebanyakan pengguna medis tahu manfaatnya dari riset sendiri

Advokat Lingkar Ganja Nusantara (LGN) Singgih Tomi Gumilang mengatakan, kebanyakan pengguna ganja medis tahu terapi pengobatan tersebut dari sejumlah buku dan sejumlah website yang mencantumkan informasi tersebut.

Dia juga mengatakan, penggunaan ganja medis ini memang benar dimanfaatkan bagi mereka yang mengalami masalah medis. "Sebenarnya mereka membeli ganja, saya gali alasan medisnya. Saya ketemu dengan penderita ADHD, penderita penyakit susah fokus, saya ketemu  orang bipolar, depresi di Bali. Mereka memakai ganja dengan tujuan meredakan gejala psikis," ungkap Singgih.

Menurutnya, para pengguna ganja medis ini bukannya sengaja menerabas aturan UU Nomor 35 Tahun 2009 yang menyatakan ganja adalah narkotika golongan satu dan dilarang penggunaannya. Para pengguna ganja ini terpaksa membelinya lewat pasar gelap karena tak punya pilihan lain.

Sebab, ketika para pengguna ini berusaha mendapatkan ganja secara legal dengan menggunakan resep dokter, mereka justru dianggap sebagai pecandu. Sehingga, para dokter melupakan alasan mereka menggunakan ganja untuk pengobatan.

Berkaca dari hal tersebut, maka, Singgih menilai sebaiknya ganja dikelola secara resmi oleh negara. Alasannya, ganja dianggap bisa menambah devisa negara. "Kita nambah duit negara," tegasnya.

Selain untuk menambah devisa negara, pelegalan ganja ini, dianggap mampu menurunkan pasar gelap. "Memang benar semua pasien akan merujuk pemakaian ganja, pemakaian meningkat. Tapi lama-lama itu akan menjadi pilihan, apakah mereka pakai ganja untuk terapi pengobatan atau pakai ganja dan herbal untuk dikombinasi," pungkasnya.