Hinca: Revisi UU Narkotika Masuk Prolegnas Prioritas Tahun 2020
Diskusi bertajuk 'Tentang Pemenjaraan Pengguna Ganja Medis' (Foto: Tangkap layar YouTube voidotid)

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Hinca Panjaitan mengatakan, revisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menjadi salah satu dari 50 rancangan undang-undang yang diprioritaskan oleh DPR RI. 

DPR, kata dia, saat ini tinggal menunggu dikirimkannya surat presiden untuk membahas lebih jauh soal revisi perundangan itu. Sebab, Badan Narkotika Nasional (BNN) telah rampung melakukan kajian. 

"Dari 50 rancangan undang-undang di badan legislatif yang diutamakan tahun ini, di antaranya adalah revisi undang-undang tentang narkotika. Bolanya sudah dibuka tinggal (menunggu, red) surat presiden," kata Hinca dalam diskusi bertajuk Tentang Pemenjaraan Pengguna Ganja Medis yang ditayangkan di akun YouTube VOI, Kamis, 18 Juni.

Meski undang-undang ini bakal direvisi, namun menurut Hinca ada yang lebih penting terkait penerapannya. Menurut dia, para penegak hukum yang bertanggung jawab harusnya lebih memahami tugasnya.

Sebab, menurut dia, ada salah dari penerapan undang-undang tersebut di lapangan. Menurutnya, pemerintah saat ini memberlakukan undang-undang yang lebih bersifat mengatur daripada melarang.

Direktur Deputi Bidang Hukum dan Kerjasama BNN Susanto juga menyatakan hal yang sama. Menurutnya, rancangan revisi naskah UU tersebut sudah rampung dibahas pada 15 Juni yang lalu dan sudah diajukan kepada Sekretariat Negara. 

"Mudah-mudahan, pada akhir bulan Juni ini Setneg sudah proses dan dalam bulan depan bisa didorong ke DPR," ungkapnya.

Susanto mengatakan, rancangan revisi ini ditandatangani oleh tim revisi dari berbagai instansi terkait yang bertanggung jawab atas permasalah narkotika seperti Kementerian Kesehatan, Kepolisian, Kejaksaan, Kementerian Sosial, KemenPANRB, dan BNN. "Ini lembaga yang terkait pelaksanaan undang-undang," kata dia.

Hanya saja, selama perundangan ini belum disahkan, penegak hukum akan tetap menjalankan UU Nomor 35 Tahun 2009. Termasuk tetap memastikan ganja masuk dalam golongan 1 dalam jenis narkotika. Sehingga, ganja tidak bisa digunakan sebagai salah satu alternatif pengobatan.

"Bahwa ganja, semua narkotika golongan satu tidak bisa digunakan untuk pengobatan. Pengobatan secara bebas oleh perorangan," tegasnya.

Meski begitu, jika ada masyarakat yang memang membutuhkan ganja sebagai obat tetap bisa mendapatkan secara legal. Tentunya dengan syarat tertentu, seperti mendapatkan rekomendasi dari dokter.

Sebab, dokter menjadi salah satu pihak yang dianggap mengetahui kondisi seorang pasien. Termasuk, perlu atau tidaknya seseorang menggunakan ganja dalam proses penyembuhannya. Mengingat, bisa saja seorang pasien mengira dirinya perlu menggunakan ganja medis tapi sebenarnya dia bisa disembuhkan dengan obat lainnnya.

"Narkotika bisa digunakan sebagai obat tapi dengan resep dokter dan ditentukan kondisinya sesuai kondisi medisnya," ungkap Susanto.

"Jadi orang menggunakan narkotika harus dengan resep dokter, harus observasi dokter. Apakah kondisinya memang memenuhi persyaratan untuk mengonsumsi ganja maupun narkotika," pungkasnya.