JAKARTA - Staf Khusus Menteri Kesehatan, Prof Laksono Trisnantoro mengemukakan, RUU Kesehatan menghadirkan format baru organisasi profesi kesehatan di Indonesia menuju kondisi yang lebih berkembang.
"Saya sebagai pengamat, organisasi profesi tidak akan mati, justru akan bisa semakin berkembang karena ada berbagai faktor yang berubah. Ada budaya yang akan berubah," kata Laksono Trisnantoro dalam Dialog "Ngobrol Malam Organisasi Profesi dan Lembaga Kesehatan" yang diikuti secara daring di Jakarta, Antara, Minggu, 2 Juli.
Otoritas kesehatan di Indonesia terdiri atas sejumlah komponen yakni unsur pemerintah di tataran kementerian hingga provinsi dan kabupaten/kota yang memiliki fungsi regulator.
Selain itu juga ada komponen organisasi profesi, rumah sakit, apotek, dan lainnya, sebagai fungsi operator, serta yang terakhir adalah fungsi pendanaan.
"Pelaku layanan kesehatan ini memiliki fungsi bekerja sama untuk meningkatkan kesehatan masyarakat," katanya.
Ketika menata hubungan antarpelaku layanan kesehatan, kata Laksono, ada nilai dasar yang diyakini dan bersifat dinamis sesuai zamannya.
Berdasarkan dinamika sejarah, organisasi profesi di zaman kolonial hanya ada dokter lulusan Eropa dan dokter lulusan Hindia Belanda, sehingga fungsi regulator diberikan mutlak kepada Pemerintah Kolonial Belanda. Sementara masyarakat tidak memiliki peran sama sekali.
"Untuk konteks dokter di masa itu belum ada kolegium dan konsil. Di Eropa sudah ada yang namanya kolegium, lebih tua dibanding organisasi profesi," katanya.
Indonesia memperoleh "lompatan besar" saat muncul UU Praktik Kedokteran pada 2004 saat sebagian fungsi regulator diserahkan kepada masyarakat, melalui Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang berdiri sejak 1951.
Kewenangan yang dimaksud diantaranya membentuk kolegium tanpa ada intervensi pemerintah, diberi kewenangan memberi surat izin praktik, diberi kewenangan memberi sertifikat surat izin praktik, dan menjadi anggota Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).
Dalam UU Praktik Kedokteran, kata Laksono, IDI disebut sebagai organisasi tunggal. "Kalau disimpulkan, itu adalah power yang dimiliki organisasi profesi sejak hulu pendidikan sampai hilir di pelayanan," katanya.
Laksono yang juga Dosen Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM itu mengatakan akibat dari kondisi itu pemerintah yang harusnya berfungsi sebagai regulator jadi tidak mampu mengatasi masalah tertentu, seperti pemerataan dokter hingga menyelesaikan konflik internal organisasi.
Kehadiran RUU Kesehatan, kata Laksono, akan mengembalikan wewenang tersebut kepada pemerintah tanpa menghilangkan peran kolegium, KKI, dan organisasi profesi.
Wewenang yang dikembalikan ke pemerintah diantaranya pembentukan kolegium sehingga menjadi lebih independen, pemberian rekomendasi surat izin praktik, pemberian sertifikat satuan kredit partisipasi untuk menyelenggara pendidikan media terakreditasi, serta penentuan menjadi anggota KKI.
"Organisasi profesi tidak lagi tunggal," katanya.
Menurut Laksono, kebijakan itu akan membuat organisasi profesi menjadi lebih berkembang karena lebih fokus bekerja untuk melayani anggotanya. Selain itu organisasi profesi juga dapat bekerja sama dengan pemerintah secara baik.
"Sama seperti yang terjadi di luar negeri, jadi tidak lagi over power seperti oposisi pemerintah. Selain itu konflik internal organisasi juga bisa lebih ditekan," katanya.