KPK Buka Peluang Usut TPPU dalam Skandal Suap Ekspor Benur Edhy Prabowo
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (foto: Humas KPK)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo.

Eddy saat ini menyandang status sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap ekspor benur atau benih lobster.

Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan, KPK saat ini tengah mengumpulkan bukti-bukti sebelum menjerat eks politikus Partai Gerindra tersebut.

"Tidak menutup kemungkinan dapat diterapkan tindak pidana lain, dalam hal ini TPPU, sepanjang berdasarkan fakta yang ada dapat disimpulkan adanya bukti permulaan yang cukup," kata Ali dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Kamis, 28 Januari.

Meski membuka peluang, Ali menegaskan, KPK masih fokus dalam upaya pembuktian pasal suap terhadap para tersangka dalam kasus yang menjerat Edhy Prabowo ini.

"Saat ini penyidikan masih fokus pembuktian pasal-pasal suap dengan para tersangka saat ini," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, belakangan ini KPK sedang mendalami dugaan penggunaan uang suap yang diberikan para eksportir benur atau benih lobster untuk Edhy Prabowo. 

Bahkan, KPK belakangan menduga Edhy menggunakan uang suap yang diterimanya dari eksportir benur untuk membeli dan meminum minuman keras, wine dengan sekretaris pribadinya, Amiril Mukminin.

Adapun wine yang dibeli dan diminum Edhy dan Amiril disebut berasal dari mantan caleg Partai Gerindra, Ery Cahyaningrum yang memiliki usaha penjualan wine. Atas alasan inilah, KPK juga memanggil Ery untuk dimintai keterangan sebagai saksi. 

"Ery Cahyaningrum dikonfirmasi terkait kegiatan usaha saksi yang menjual produk minuman diantaranya jenis wine yang diduga dibeli dan dikonsumsi oleh tersangka EP (Edhy Prabowo) dan tersangka AM (Amiril Mukminin) di mana sumber uangnya diduga dari pemberian pihak-pihak yang mengajukan izin ekspor benur di KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan)," kata Ali Fikri beberapa waktu lalu.

Selain memeriksa Ery, penyidik KPK juga memeriksa pihak swasta Alayk Mubarrok. Dalam pemeriksaan ini, komisi antirasuah mencecarnya untuk mengetahui aliran dana yang diduga diterima oleh Edhy Prabowo dan Amiril Mukminin yang penyerahannya kemudian diterima oleh istri Edhy, yaitu Iis Rosita Dewi.

Diberitakan sebelumnya, dalam kasus suap ekspor benur atau benih lobster ini, Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama lima orang lainnya yaitu: Stafsus Menteri KKP Safri (SAF) dan Andreau Pribadi Misanta (APM); Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) Siswadi (SWD); Staf istri Menteri KKP Ainul Faqih, dan Amiril Mukminin (AM).

Sementara pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito (SJT).

Edhy ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar dan  100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.

Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.

Uang ini dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istri-nya di Honolulu, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, sepeda roadbike, dan baju Old Navy.