Presiden Erdogan Sebut Protes PKK Pengaruhi Upaya Aksesi NATO Swedia
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menerima kunjungan PM Swedia Ulf Kristersson. (Sumber: Presidency of The Republic of Turkiye)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, Swedia telah mengambil langkah ke arah yang benar dalam upaya bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) lewat legislasi anti terorisme, kata kantor pemimpin Turki itu.

Namun demikian, lanjut kantor itu, protes-protes yang terus berlanjut dari para simpatisan militan Kurdi di negara melemahkan langkah-langkah yang diambil Stockholm.

Kantor Kepresidenan Turki mengatakan, Presiden Erdogan menyampaikan komentar tersebut dalam sebuah panggilan telepon dengan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte, di tengah keraguan Ankara akan mencabut penolakannya terhadap Swedia untuk bergabung dengan NATO, dalam pertemuan puncak blok tersebut di Lithuania pada tanggal 11-12 Juli mendatang.

"Presiden Erdogan mengatakan, Swedia telah mengambil langkah ke arah yang benar dengan membuat perubahan dalam undang-undang anti-terorisme," kata pernyataan itu, melansir Reuters 6 Juli.

"Namun para pendukung PKK (Partai Pekerja Kurdistan)... organisasi teroris terus dengan bebas mengorganisir demonstrasi-demonstrasi yang memuji terorisme, yang membatalkan langkah-langkah yang telah diambil," lanjut pernyataan tersebut mengutip Presiden Erdogan.

Dalam beberapa bulan terakhir, para demonstran di Stockholm mengibarkan bendera yang menunjukkan dukungan terhadap PKK, yang juga dianggap sebagai kelompok teroris oleh sekutu-sekutu Barat Turki, termasuk Swedia.

Diketahui, Swedia dan Finlandia mengajukan permohonan untuk bergabung dengan NATO tahun lalu, meninggalkan kebijakan non-alignment militer setelah invasi Rusia ke Ukraina.

Pengajuan keanggotan itu harus disetujui oleh semua anggota NATO, namun Turki dan Hungaria belum menyetujui permohonan Swedia.

Turki sendiri telah berulang kali mengatakan, Swedia harus mengambil lebih banyak langkah terhadap para pendukung PKK yang terlarang dan anggota jaringan yang dianggap bertanggung jawab atas upaya kudeta tahun 2016. Turki menetapkan keduanya sebagai organisasi teroris.

Sementara, Swedia mengatakan mereka telah menegakkan bagiannya dari kesepakatan yang dicapai dengan Turki di Madrid tahun lalu yang bertujuan untuk mengatasi masalah keamanan Ankara, termasuk undang-undang anti-terorisme yang baru.