Bagaimana Penerapan <i>Restorasi Justice</i> dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia?
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA – Penyelesaian kasus hukum dengan cara restorative justice menjadi diperbincangkan, setelah Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra Habiburokhman mengusulkan agar cara tersebut diterapkan pada kasus Habib Rizieq Shihab.

Usul Habiburokhman tersebut dikemukakan kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam Rapat Kerja yang digelar antara Komisi III DPR dan Kejaksaan Agung, Selasa, 26 Januari.

Bagi masyarakat awam, restorative justice adalah idiom asing, lantas seberapa efektif metode tersebut diterapkan untuk kasus Habib Rizieq?

Dilansir VOI dari laman resmi Mahkamah Agung, prinsip keadilan restorative justice adalah salah satu prinsip penegakan hukum dalam penyelesaian perkara yang dapat dijadikan instrumen pemulihan dan sudah dilaksanakan oleh Mahkamah Agung (MA).

Salah satu landasan penerapan restorative justice oleh MA dibuktikan adanya pemberlakuan kebijakan melalui Peraturan Mahkamah Agung dan Surat Edaran Mahkamah Agung.

Kendati demikian, di Indonesia penerapan restorative justice dalam sistem peradilan pidana masih belum optimal.

Keadilan restoratif atau restorative justice merupakan alternatif penyelesaian perkara tindak pidana, yang dalam mekanisme (tata cara peradilan pidana) fokus pidana diubah menjadi proses dialog dan mediasi.

Dialog dan mediasi dalam keadilan restoratif melibatkan beberapa pihak di antaranya pelaku, korban, keluarga pelaku atau korban, dan pihak-pihak lainnya yang terkait. Secara umum, tujuan penyelesaian hukum tersebut guna menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana.

Selain itu, tujuan lain dari restorative justice adalah untuk mendapatkan putusan hukum yang adil dan seimbang bagi pihak korban maupun pelaku.

Poin penting dalam keadilan restoratif adalah penegakan hukum yang selalu mengedepankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan mengembalikan pola hubungan baik dalam masyarakat.

Dengan demikian, usul yang dikemukakan Habiburokhman pada kasus Habib Rizieq adalah mengedepankan prinsip mediasi guna menyelesaikan akar permasalahan hukum yang menimpanya, apakah efektif?