Pendekatan <i>Restorative Justice</i> Sebagai <i>Healing Justice</i> Pada Kasus Habib Rizieq
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA – Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra Habiburokhman dalam rapat kerja dengan Kejaksaan Agung mengusulkan agar kasus Habib Rizieq Shihab diselesaikan dengan cara pendekatan restorative justice, Selasa, 26 Januari.

Habiburokhman beranggapan jika pendekatan restorative justice dapat diterapkan pada kasus kerumunan Habib Rizieq Shihab. Menurutnya, kasus tidak hanya ditumpukkan hanya pada Rizieq.

Beberapa ahli hukum menganggap jika restorative justice merupakan suatu paradigma dalam pembaruan hukum pidana di Indonesia. Salah satu pakar yang mengemukakan hal tersebut adalah Prof. Mardjono Reksodiputro, S.H., M.A..

Dilansir VOI dari Jurnal Perempuan, Prof. Mardjono menyatakan jika restorative justice atau keadilan restoratif adalah sebuah pendekatan yang bertujuan untuk membangun sistem peradilan pidana yang peka tentang masalah korban.

Keadilan restoratif juga penting dikaitkan dengan korban kejahatan, karena pendekatan tersebut bentuk kritik terhadap sistem peradilan pidana di Indonesia.

Prof. Mardjono mengemukakan jika saat ini peradilan pidana memiliki kecenderungan mengarah pada tujuan retributif atau menekankan keadilan pada pembalasan.

Selain itu, peradilan di Indonesia dinilai masih dan mengabaikan peran korban untuk turut serta menentukan proses perkaranya.

Sementara itu, anggota Aliansi Nasional Reformasi KUHP, Zainal Abidin, S.H., M.Law&Dev menjelaskan terkait urgensi pendekatan restorasi justice dalam sistem peradilan hukum dan pidana di Indonesia.

Menurut Zainal pendekatan tersebut telah mengubah konsep dari sekadar menghukum dan mengisolasi pelaku.

Pendekatan restoratif juga berperan sebagai “healing justice” atau cara dalam mendekati masalah kejahatan dengan menangani kerusakan dengan tujuan mengurangi kerusakan melalui proses yang holistik, penghormatan pada para pihak, memperbaiki kerusakan, dan menciptakan perubahan.

Kendati demikian, selama ini keadilan restoratif masih dianggap oleh para pakar hukum erat kaitannya dengan peradilan kasus pidana anak dan perempuan. Lantas apakah efektif ketika diterapkan pada kasus Habib Rizieq?