Bagikan:

JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Umi Rozah menilai para aparat penegak hukum telah bersikap responsif dengan memunculkan berbagai instrumen hukum nasional untuk menegakkan keadilan restoratif dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.

“Menurut saya, itu langkah yang sangat responsif. Para aparat penegak hukum, mulai dari Polri, Kejaksaan, hingga Mahkamah Agung responsif dalam menegakkan keadilan restoratif melalui instrumen-instrumen hukum nasional,” kata Umi Rozah dikutip Antara saat menjadi narasumber dalam webinar nasional dental tema “Mengkaji Perja Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif: Solusi atau Ilusi”, Senin 17 Januari.

Ia menjelaskan hal tersebut saat menjadi narasumber dalam webinar nasional bertajuk “Mengkaji Perja Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif: Solusi atau Ilusi” yang disiarkan langsung di kanal YouTube Edu Shallman, dipantau dari Jakarta, Senin.

Umi Rozah memaparkan instrumen-instrumen hukum nasional yang mendukung penegakan keadilan restoratif di Indonesia di antaranya Pasal 51, 54 ayat (1) huruf j dan k, dan Pasal 70 Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).

“RUU KUHP ini menitikberatkan pada keadilan, terutama keadilan restoratif. Di dalamnya, ada Pasal 51 tentang tujuan pemidanaan dalam pengertian keadilan restoratif adalah untuk menyelesaikan konflik di dalam masyarakat, memulihkan keseimbangan, serta mendatangkan rasa aman dan damai. Selain itu, disebutkan pula bahwa pidana penjara adalah the last resort. Artinya, kalau pelaku sudah memberikan ganti rugi kepada korban, itu boleh tidak dipidana penjara,” jelas Umi Rozah.

Kemudian, lanjut dia, ada pula Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Surat Edaran Kapolri Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penerapan Restorative Justice dalam Penyelesaian Perkara Pidana, dan Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana yang memungkinkan penerapan keadilan restoratif.

“Berikutnya, ada Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Restorative Justice dan Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung Nomor 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pemberlakuan Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif,” tambah Umi Rozah.

Oleh karena itu, menurutnya, penegakan keadilan restoratif di Indonesia bukan merupakan ilusi atau angan-angan melainkan senantiasa diusahakan untuk ditegakkan dalam sistem peradilan pidana.

Restorative justice merupakan alternatif dalam sistem peradilan pidana dengan mengedepankan pendekatan integral antara pelaku dengan korban dan masyarakat sebagai satu kesatuan untuk mencari solusi serta kembali pada pola hubungan baik dalam masyarakat.