PADANG - Berdasarkan konferensi pers yang dilakukan Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri pada Selasa, 27 Juni, mahasiswa asal salah satu politeknik di Sumbar diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus magang ke Jepang.
Kini Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Sumatera Barat (Sumbar) menelusuri kasus dugaan mahasiswa asal provinsi tersebut yang menjadi korban TPPO.
"Kami sudah diminta oleh Komnas HAM Pusat untuk menelusuri kasus tersebut termasuk mencari tahu asal perguruan tingginya untuk dimintai keterangan," kata Kepala Komnas HAM Perwakilan Sumbar Sultanul di Padang, Rabu.
Hingga saat ini lembaga HAM tersebut belum ada menerima pengaduan langsung dari para korban.
Ia mengatakan dalam penelusuran tersebut Komnas HAM akan menanyakan berbagai hal kepada pihak perguruan tinggi khususnya soal mekanisme atau regulasi program magang mahasiswa yang dikirim ke Jepang.
"Kami akan telusuri dimana politekniknya dan identitasnya," kata dia dikutip dari ANTARA, Rabu, 28 Juni.
Setelah mendapatkan data-data tersebut, Komnas HAM Pusat dan Komnas HAM Perwakilan Sumbar akan berkoordinasi termasuk mengirimkan surat ke Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) termasuk Bareskrim Polri.
Untuk mencegah adanya praktik TPPO dengan modus magang ke luar negeri, Komnas HAM Perwakilan Sumbar akan melakukan pengawasan dan pemantauan yang lebih ketat. Termasuk berkoordinasi dengan perguruan tinggi yang akan mengirimkan mahasiswanya.
BACA JUGA:
Terpisah, Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Polisi Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan kasus TPPO dengan modus mengirimkan mahasiswa magang ke Jepang diawali laporan korban berinisial ZS dan FY ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo.
Berdasarkan keterangan kedua pelapor, mereka bersama sembilan mahasiswa lainnya dikirim oleh salah satu politeknik di Sumatera Barat untuk mengikuti program magang.
"Namun, korban dipekerjakan sebagai buruh," ungkapnya.
Selama satu tahun mengikuti program magang ke Jepang, para korban dipekerjakan layaknya buruh dengan ketentuan bekerja selama 14 jam, mulai pukul 08.00 hingga 22.00. Pekerjaan tersebut dilakukan setiap hari selama tujuh hari tanpa libur, dan hanya diberikan waktu istirahat selama 10 hingga 15 menit untuk makan.