JAKARTA - Bareskrim Polri menyebut para tersangka kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) modus ferienjob ke Jerman telah mengeksploitas para korbannya. Sebab, mahasiswa yang diperdaya dipekerjakan sebagai kuli.
"Yang kita dapatkan keterangan, mereka sebagai tukang angkat-angkat, bahasanya di Indonesia sebagai kuli," ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro kepada wartawan, Rabu, 27 Maret.
Selain itu, program magang yang dijalani para korban ternyata tak sesuai dengan yang dijanjikan. Bahkan, berbeda dengan jurusan para mahasiswa.
"Sementara yang kita hubungkan dari proses penyidikan yang kita dapatkan, mereka itu adalah mahasiswa elektro tapi di sana dipekerjakan sebagai tukang angkat, tukang panggul gitu," sebutnya.
"Jadi dipekerjakan dalam posisi yang memang pekerja berat," sambung Djuhandhani.
Pada modus magang itu, para mahasiwa juga dijanjikan bakal mendapat gaji Rp30 juta per bulannya. Tetapi, tak disampaikan adanya potongan untuk biaya hidup selama di Jerman.
"Gajinya mereka menerima skitar Rp30 juta tapi itu ada pemotongan penginapan dan sebagainya termasuk biaya-biaya kehidupan sehari-sehari yang costnya di Jerman cukup tinggi," kata Djuhandhani
Kasus TPPO modus program magang ini terbongkar setelah empat mahasiswa yang menjadi korban mendatangi KBRI di Jerman. Mereka memberitahukan apa yang dialami.
BACA JUGA:
KBRI pun menelusuri program magang yang dimaksud. Ternyata ada 33 Universitas di Indonesia yang turut menjalankan program tersebut. Tercatat sekitar 1.407 mahasiswa telah diberangkatkan.
Program magang itu diketahui disosialisaikan oleh PT CVGEN dan PT SHB. Kedua perusahaan tersebut menjanjikan masiswa bisa magang di Jerman.
Namun, mereka diminta untuk membayar Rp150 ribu dan 150 Euro. Alasannya sebagai biaya pembuatan letter of acceptance (LOA) kepada PT SHB.
Tak hanya itu, mereka juga diminta membayar lagi 200 Euro kepada PT SHB. Peruntukannya pembuatan approval otoritas Jerman atau working permit.
Dalam kasus ini, lima orang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka berinisial ER alias EW; A alias AE, SS, AJ dan MJ.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 4 Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan TPPO, dengan ancaman paling lama 15 tahun penjara dan denda Rp600 juta. Lalu Pasal 81 UU No 17 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak Rp15 miliar.