JAKARTA - Salah satu kampus negeri ternama di Jakarta Timur merasa dirugikan atas munculnya kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) modus program magang atau ferien job di Jerman. Terlebih, Bareskrim Polri telah menetapkan 5 tersangka terkait kasus TPPO ini.
Lima orang tersangka diantaranya 3 orang perempuan dan dua orang laki - laki. Tersangka perempuan, yakni ER alias EW (39), A alias AE (37) dan AJ (52). Sedangkan tersangka laki-laki, inisial AS (65) dan MZ (60).
Dua dari lima tersangka saat ini masih berada di Jerman (ER dan A). Beberapa dari tersangka merupakan pihak kampus. Terkait hal itu, salah satu kampus di Jakarta Timur yakni Universitas Negeri Jakarta (UNJ) mulai buka suara terkait kasus TPPO itu.
Juru Bicara UNJ, Syaifudin mengatakan, terkait dengan persoalan program magang Internasional di Jerman yang diselenggarkan oleh PT SHB dan CVGEN yang kemudian mengakibatkan setidaknya 33 perguruan tinggi di Indonesia menjadi korban dari program magang non prosedural ini, tentu ini merupakan keprihatinan di dalam dunia pendidikan Indonesia.
Menurutnya, hal ini tentu menjadi pembelajaran bagi institusi pendidikan baik di jenjang sekolah maupun di perguruan tinggi, yang dimana perlu waspada terhadap tawaran magang dari perusahaan tertentu. Tentu saja, sambungnya, di dalam perkembangan di media bahwa program magang Internasional di Jerman terindikasi adalah TPPO.
"UNJ menegaskan tidak ada niatan dari pihak kampus untuk melakukan pelanggaran hukum apalagi hal yang berkaitan dengan TPPO. Program magang Internasional di Jerman yang dilakukan oleh UNJ ini adalah murni untuk kepentingan akademis dalam rangka mensukseskan MBKM (Merdeka Belajar - Kampus Merdeka)," katanya kepada VOI, Selasa, 26 Maret.
Lebih lanjut Syaifudin mengatakan, program Internasionalisasi UNJ adalah menciptakan lulusan-lulusan UNJ yang berdaya saing global.
"Dunia kerja saat ini sangat kompetitif sekali dan juga kita harus ingat bahwa ada visi Indonesia emas 2045 yang menegaskan dan menekankan bahwa pentingnya SDM yang berdaya saing global," ujarnya.
Syaifudin menjelaskan, bahwa UNJ tidak melakukan hal yang sifatnya melanggar hukum atau pun tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Dia menyebut bahwa UNJ dengan perguruan tinggi lain itu menjadi korban atas pelanggaran prosedur yang dilakukan oleh PT SHB maupun CVGEN.
"UNJ berharap semoga persoalan ini bisa dilihat dalam sisi keadilan dan sisi objektif terhadap proses hukum yang dilakukan oleh pihak kepolisian," katanya.
Sebelumnya, Bareskrim Polri mengultimatum bakal memasukan dua dari lima tersangka kasus tindak pidana perdagangan orang atau TPPO modus program magang atau ferienjob ke dalam daftar pencarian orang (DPO).
Peringatan itu disampaikan karena kedua tersangka yakni ER alias EW dan A alias AE dijadwalkan untuk memberikan keterangan, Rabu, 27 Maret.
"Yang 2 tersangka Jerman kita panggil yang kedua untuk hadir besok pagi. Kemungkinan besar tidak hadir dan nantinya kalau tidak hadir kita terbitkan DPO," ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro, Selasa, 26 Maret.
Perihal proses penerbitaan DPO, penyidik disebut akan berkoordinasi dengan Divisi Hubungan Internasional atau Hubinter.
Kedua tersangka itu diketahui memiliki peran berbeda. Untuk ER alias EW bertugas menjalin kerja sama dan menandatangani MoU PT SHB. Selain itu, menjanjikan dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang di dapatkan pihak universitas.
BACA JUGA:
Sedangkan tersangka A alias AE berperan mempresentasikan program ferienjob ke universitas. Kemudian, meyakinkan para mahasiswa untuk mengikuti program magang tersebut.
Sementara untuk tiga tersangka lainnya, SS, AJ dan MJ masih dalam pemeriksaan. Tapi, dengan alasan tertentu mereka diputuskan tak ditahan.
"Saat ini dalam proses penyidikan, dengan berbagai pertimbangan 3 orang tersebut tidak kami tahan dan kita wajib lapor sampai saat ini terus berjalan," kata Djuhandani.
Kasus TPPO modus program magang ini terbongkar setelah empat mahasiswa yang menjadi korban mendatangi KBRI di Jerman. Mereka memberitahukan apa yang dialami.
KBRI pun menelusuri program magang yang dimaksud. Ternyata ada 33 Universitas di Indonesia yang turut menjalankan program tersebut. Tercatat sekitar 1.047 mahasiswa telah diberangkatkan.
Program magang itu diketahui disosialisaikan oleh PT CVGEN dan PT SHB. Kedua perusahaan tersebut menjanjikan masiswa bisa magang di Jerman.
Namun, mereka diminta untuk membayar Rp150 ribu dan 150 Euro. Alasannya sebagai biaya pembuatan letter of acceptance (LOA) kepada PT SHB.
Tak hanya itu, mereka juga diminta membayar lagi 200 Euro kepada PT SHB. Peruntukannya pembuatan approval otoritas Jerman atau working permit.
Bahkan, mahasiswa yang ingin mengikuti program magang itu juga dibebankan Rp30-50 juta sebagai talangan.
Ternyata, para mahasiswa tersebut dipekerjakan secara non prosedural. Sehingga, mereka tereksploitasi oleh aksi para tersangka.