JAKARTA - Penyebutan kasus magang mahasiswa ke Jerman atau ferienjob sebagai tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dinilai tidak tepat.
“Perlu diketahui, Jerman termasuk 10 terbaik negara yang memiliki aturan ketenagakerjaan, baik kelayakan hidup maupun pengupahan. Ini berdasarkan laporan dari IMD Business School,” kata Direktur Migrant Watch Aznil Tan mengutip Antara.
Dia menjelaskan pada masa lalu TPPO merupakan kasus perbudakan maupun perdagangan budak yang dimulai pada perdagangan budak trans-Atlantik yang dimulai pada abad ke-15. Pada abad ke-18 praktik tersebut dihapuskan, sedangkan pada 2000 muncul istilah perdagangan manusia pada Protokol Palermo, yang dimaksudkan praktik-praktik yang memperdagangkan anak dan perempuan, seperti kerja paksa atau eksploitasi.
“Sederhananya TPPO ini seperti pengamen yang membawa anak di jalan, termasuk ke dalam TPPO. Mengeksploitasi seseorang untuk mendapatkan keuntungan dengan mengendalikannya,” kata dia.
Perbedaan TPPO era dahulu dan sekarang terletak pada kepemilikannya. Namun sekarang terletak pada pengendalian akan hak seseorang yang rentan.
Dalam kasus dugaan TPPO magang mahasiswa ke Jerman, kata dia, mahasiswa tidak dalam posisi rentan.
Dalam UU No 21/2007 tentang Pemberantasan TPPO disebutkan bahwa TPPO hanya bisa disematkan pada pelaku apabila di dalamnya ada kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, atau penipuan. Dengan kata lain, korban TPPO dalam kendali seseorang atau sekelompok orang untuk dieksploitasi agar mendapatkan keuntungan.
“Jadi keliru kalau kasus ini dinyatakan sebagai kasus TPPO,” kata dia.
Dia mengatakan ferienjob merupakan program resmi dari pemerintah Jerman bagi mahasiswa untuk mengisi waktu libur dengan berbagai pekerjaan kasar.
Permasalahannya, katanya, banyak mahasiswa asal Indonesia tidak siap kerja dan menganggap program tersebut sebagai program liburan sambil bekerja. Bahkan dalam kasus tersebut, tidak ada mahasiswa yang disekap, pulang mengalami cacat, atau mental terguncang.
Menurut dia, kasus ini lebih tepat dikatakan sebagai kesalahan prosedur penempatan mahasiswa dibandingkan dengan kasus TPPO.
“Jangan latah melabelkan kasus di dunia ketenagakerjaan sebagai bentuk TPPO, karena ini bisa jadi aib bagi negara Indonesia. Bahkan pihak Pemerintah Jerman bisa tersinggung jika program Ferienjob mengandung unsur TPPO,” kata dia.
Juru Bicara Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Syaifudin mengatakan apa yang terjadi saat ini, korban dari penyelenggaraan non-prosedural yang dilakukan pihak PT SHB dan CVGen dalam program magang di Jerman.
“Tidak ada niatan kami melakukan pelanggaran hukum, apalagi melakukan TPPO untuk para mahasiswanya. UNJ mengikuti program magang yang ditawarkan oleh SS, PT SHB, dan CVGen atas dasar kepentingan akademis untuk mahasiswa kami dapat meningkat kemampuan teknis dan nonteknis mahasiswa,” katanya.
Mahasiswa yang mengikuti program itu dapat menjadi lulusan yang berdaya saing global dan mengetahui kehidupan masyarakat global sebagai bekal mereka menyongsong visi Indonesia Emas 2045 untuk menjadi SDM berkualitas dan berdaya saing global.
BACA JUGA:
“Alhamdulillah, kami sudah menanyakan pada mahasiswa UNJ yang ikut program itu, tidak ada hal yang berkaitan dengan eksploitasi dan kekerasan yang dialami. Mahasiswa diperlakukan dengan baik dan diberikan keleluasaan dalam menjalankan ibadah,” katanya.
Pihak Universitas Terbuka melalui Kepala Subdirektorat Humas dan Pemasaran Maya Maria menegaskan tidak terlibat dalam program Ferienjob yang mengatasnamakan magang di Jerman.
Ia mengatakan mahasiswa UT hanya memiliki dua skema MBKM yakni flagship Kemendikbudristek dan MBKM Mandiri.
Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri berhasil mengungkap kasus TPPO dengan modus mahasiswa magang ke Jerman yang melibatkan 1.900-an orang.