JAKARTA - Interpol disebut telah menerbitkan red notice untuk dua buronan kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang atau TPPO modus magang ke Jerman.
Kedua buronan itu diketahui berinisial ER alias EW (39) dan A alias AE (37). Mereka sempat disebut berada di Jerman.
"Update hari ini, dari penyidik menyampaikan telah menerbitkan adanya red notice ya terhadap dua (tersangka) tersebut," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko kepada wartawan, Kamis, 25 April.
Berdasarkan hasil penyidikan, kedua buronan itu memiliki peran berbeda di kasus TPPO modus magang tersebut. Untuk ER alias EW bertugas menjalin kerja sama dan menandatangani MoU PT SHB. Selain itu, menjanjikan dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang di dapatkan pihak universitas.
Sedangkan tersangka A alias AE berperan mempresentasikan program ferienjob ke universitas. Kemudian, meyakinkan para mahasiswa untuk mengikuti program magang tersebut.
Mengenai perkembangan lainnya, Trunoyudo menyebut belum bisa disampaikan secara merinci. Penyidik masih berupaya menangkap dan memulangkan kedua tersangka tersebut.
"Untuk secara teknis lainnya tentu akan kita tunggu updatenya proses terus berkesinambungan," kata Trunoyudo.
BACA JUGA:
Sebagai pengingat, kasus TPPO modus program magang ini terbongkar setelah empat mahasiswa yang menjadi korban mendatangi KBRI di Jerman. Mereka memberitahukan apa yang dialami.
KBRI pun menelusuri program magang yang dimaksud. Ternyata ada 33 Universitas di Indonesia yang turut menjalankan program tersebut. Tercatat sekitar 1.047 mahasiswa telah diberangkatkan.
Program magang itu diketahui disosialisaikan oleh PT CVGEN dan PT SHB. Kedua perusahaan tersebut menjanjikan masiswa bisa magang di Jerman.
Namun, mereka diminta untuk membayar Rp150 ribu dan 150 Euro. Alasannya sebagai biaya pembuatan letter of acceptance (LOA) kepada PT SHB.
Tak hanya itu, mereka juga diminta membayar lagi 200 Euro kepada PT SHB. Peruntukannya pembuatan approval otoritas Jerman atau working permit.
Bahkan, mahasiswa yang ingin mengikuti program magang itu juga dibebankan Rp30-50 juta sebagai talangan.
Ternyata, para mahasiswa tersebut dipekerjakan secara non prosedural. Sehingga, mereka tereksploitasi oleh aksi para tersangka.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 4 Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan TPPO, dengan ancaman paling lama 15 tahun penjara dan denda Rp600 juta. Lalu Pasal 81 UU No 17 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak Rp15 miliar.