Isu Usang Taliban dan Radikal Kembali Berhembus ke KPK di Tengah Pengusutan Kasus Korupsi Kelas Kakap
Kantor KPK (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diserang dengan isu radikalisme dan Taliban.Isu ini muncul, tak lama setelah ada unggahan video yang menarasikan KPK bersikap radikal dengan menggembleng sekumpulan mahasiswa untuk melakukan tindakan anarkis saat demo menolak revisi UU KPK di 2019.

Penyidik senior KPK Novel Baswedan mengatakan, isu ini mengada-ada dan upaya pendukung koruptor yang kepentingannya terganggu dengan kerja pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh lembaganya. 

"Isu radikal dan Taliban ini sudah sering digunakan oleh para pendukung koruptor padahal jelas itu isu tidak benar dan mengada-ada," tegas Novel kepada wartawan, Senin, 25 Januari.

Pegawai dan penyidik KPK, sambungnya, sudah memahami isu ini kerap muncul ketika ada pihak yang merasa terganggu kepentingannya.

"Selama ini memang demikian. Bila KPK sedang bekerja benar, mereka (para pendukung koruptor) menyerang dengan menggunakan isu itu," katanya.

Meski isu ini sudah berulang kali dibantah KPK, namun, Novel melihat isu ini masih efektif dijadikan alat untuk menyerang.

Tapi, dia menilai, masyarakat kini cenderung memahami isu ini dibuat untuk mengganggu kerja yang dilakukan oleh KPK.

"Rasanya masyarakat semakin paham bahwa upaya mengganggu dan menyerang pemberantasan korupsi dilakukan dengan segala cara, termasuk dengan cara membuat fitnah dan narasi-narasi seperti itu," ungkapnya.

Dia enggan menyimpulkan jika isu radikal-Taliban ini muncul karena kasus korupsi yang tengah diproses saat ini karena hal ini perlu dibuktikan. Namun, Novel tak menampik ada pola dalam pelemparan isu ini termasuk menggunakan akun robot di media sosial seperti Twitter.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata secara tegas membantah masuknya paham radikalisme dan Taliban di tubuh lembaga yang dipimpinnya itu. Apalagi, selama ini hanya satu militansi yang tertanam di dalam pikiran seluruh pegawai KPK yaitu militan melakukan pemberantasan korupsi.

"Kalau Taliban dalam artian militan melakukan pemberantasan korupsi mungkin iya. Kalau Taliban yang lain adanya itu di Afghanistan," kata Alex dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube KPK RI.

Dia menekankan dua isu yang kembali menghangat ini adalah hal lama yang sempat heboh di 2019. Namun, semua isu ini sudah diklarifikasi oleh KPK tersebut. 

"Isu radikal dan Taliban ini isu yang sudah lama dan kita pastikan, kita tegaskan enggak ada itu di KPK unsur radikalisme atau Taliban," tegasnya.

Isu ini sebenarnya muncul di 2019 dan awalnya disampaikan oleh Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S. Pane yang jadi pembicara di dalam sebuah diskusi berkaitan dengan lembaga antikorupsi. 

Saat itu dia mengatakan ada isu berkembang di internal KPK terkait perpecahan kubu dengan sebutan polisi India dan polisi Taliban. 

"Katanya ada polisi India dan ada polisi Taliban. Ini kan berbahaya. Taliban siapa? Kubu Novel (penyidik senior KPK, Novel Baswedan). Polisi India siapa? Kubu non-Novel. Perlu ada ketegasan komisioner untuk menata dan menjaga soliditas institusi ini," kata Neta dalam diskusi ini.

Setelah isu ini bergulir, Ketua KPK saat itu Agus Rahardjo menyebut, isu ini disampaikan oleh pihak yang tak bertanggung jawab dan menantang semua pihak untuk membuktikan isu tersebut.

Muncul karena KPK sedang usut kasus korupsi kelas kakap

Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, isu taliban dan radikalisme muncul ketika KPK tengah menyidik perkara besar seperti suap bansos COVID-19 hingga penetapan izin ekspor benih lobster atau benur.

Febri menduga, isu taliban dan radikalisme ini bakal digunakan untuk menyerang penyidik senior KPK Novel Baswedan, "dan mungkin dikaitkan dengan penyidik-penyidik yang sedang menangani kasus korupsi besar. Misalnya, kasus korupsi benur ataupun korupsi Bansos COVID-19 yang sedang dtangani KPK," katanya seperti dikutip VOI dalam akun Twitter miliknya @febridiansyah.

Sementara itu, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana juga menilai isu ini sengaja diramaikan dan merupakan serangan rutin yang dilakukan saat KPK mengusut kasus korupsi kelas kakap. Hal ini dilakukan guna mengalihkan isu di tengah masyarakat.

"Kelompok tersebut berupaya untuk mengalihkan isu utama bahwa KPK saat ini sedang menangani perkara besar dan salah satunya skandal bantuan sosial yang diduga melibatkan banyak politisi," ungkapnya dalam keterangan tertulis.

Hanya saja, Kurnia meyakini masyarakat tak akan terpengaruh dan fokus pada isu besar yang ada yaitu korupsi. Sebab, selain usang, isu ini tak pernah bisa dibuktikan.

"Isu taliban dan radikalisme ini sudah usang dan publik tak lagi percaya. Karena, sampai hari ini, kesimpulan tersebut tidak pernah terbukti dan hanya sekadar khayalan belaka," pungkasnya.