JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan gratifikasi berupa jatah kursi untuk ibadah haji bisa menimbulkan konflik kepentingan dan berdampak merugikan masyarakat.
Hal ini disampaikan Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menanggapi adanya permintaan agar PT Garuda Indonesia menyediakan 80 kursi kelas bisnis bagi legislator. Menurutnya, pejabat tak seharusnya minta fasilitas khusus.
"Pemberian gratifikasi kepada penyelenggara negara dapat memicu konflik kepentingan yang dikhawatirkan bisa mempengaruhi kinerja, pengambilan kebijakan, dan pelayanan publik," kata Ali dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 15 Juni.
"Jika hal ini terjadi maka pihak yang paling dirugikan tentunya adalah masyarakat," sambungnya.
Lagipula, legislator harusnya ikut mencegah korupsi dengan menghindari gratiikasi.
"Sebab, daftar anteran keberangkatan yang lama bisa membuat kesempatan seperti ini disalahgunakan dengan cara-cara yang melanggar ketentuan dan prosedur," tegas Ali.
Tak hanya itu, pejabat yang ketahuan menerima gratifikasi bisa juga dijerat dengan Pasal 12B UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.
Adapun dalam pasal itu disebut gratifikasi diartikan sebagai pemberian uang, barang, rabat atau diskon, komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengungkap DPR minta disiapkan 80 kursi kelas binsis untuk berangkat beribadah haji. Permintaan ini disampaikan Sekjen DPR RI Indra Iskandar.
BACA JUGA:
Permintaan ini kemudian terungkap saat Irfan hadir dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI pada Senin, 13 Juni kemarin. Meski begitu, Irfan mengaku belum bisa memastikan tambahan kursi tersebut.