Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) memberikan hak dan fasilitas bagi mahasiswa, dosen, serta tenaga pendidik. yang terdampak pencabutan izin operasional sejumlah Perguruan Tinggi Swasta (PTS) bermasalah.

“Berdasarkan peraturan pemenuhan hak mahasiswa untuk pindah merupakan tanggung jawab badan penyelenggara perguruan tinggi yang izinnya dicabut tetapi pemerintah tetap melindungi,” kata Plt Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Nizam dilansir ANTARA, Kamis, 8 Juni.

Nizam mengatakan jika berdasarkan peraturan maka pemenuhan hak mahasiswa untuk pindah merupakan tanggung jawab badan penyelenggara perguruan tinggi yang izinnya dicabut.

Di sisi lain, dalam hal ini pemerintah melalui Kemendikbudristek tetap melindungi, mengadvokasi, dan memfasilitasi, mahasiswa yang terdampak untuk pindah dan mendapatkan haknya.

Nizam menuturkan mahasiswa yang terdampak dapat menghubungi LLDikti setempat agar dibantu proses pengalihan angka kreditnya.

Mahasiswa juga bisa langsung ke PTS yang sehat untuk pindah dengan nilai dan SKS yang sudah diperoleh dapat ditransfer ke PTS baru selama proses perolehan SKS tersebut melalui pembelajaran sesuai standar.

“Bagi mahasiswa penerima KIP-K maka LLDikti juga membantu memastikan agar mahasiswa yang pindah tidak kehilangan haknya,” ujar Nizam.

Bagi dosen dan tenaga pendidik yang memiliki rekam jejak baik, lanjutnya, akan dipindah ke perguruan tinggi yang sehat. Sedangkan bagi yang terbukti ikut serta dalam pelanggaran akan diberikan sanksi dan dimasukkan daftar hitam.

Terkait penyelewengan sarana dan prasarana akan diserahkan kepada ketentuan hukum, termasuk hal-hal terindikasi pidana lainnya, sehingga pengenaan sanksi administratif tidak menunda dan tidak meniadakan sanksi pidana.

“Indikasi pidana akan diproses Inspektorat Jenderal dan Biro Hukum Kemendikbudristek untuk kemudian diserahkan kepada kepolisian maupun kejaksaan,” tegasnya.

Sebelumnya Kemendikbud mencabut izin operasional sejumlah PTS yang melakukan pelanggaran berat, seperti tidak memenuhi ketentuan standar pendidikan tinggi, melaksanakan pembelajaran fiktif, serta melakukan praktik jual beli ijazah.

Selain itu pelanggaran berat ini juga termasuk melakukan penyimpangan pemberian beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) serta adanya perselisihan badan penyelenggara yang mengakibatkan proses pembelajaran tidak kondusif.