'Senggol' Divhubinter Polri, Kuasa Hukum Nilai Janggal Penangkapan WN Kanada Buronan Interpol di Bali
Polda Bali meringkus WN Kanada bernama Stephane Gagnon (50) alias SG yang diduga buronan interpol di Canggu pada 19 Juni. (Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Polda Bali meringkus seorang warga negara (WN) Kanada bernama Stephane Gagnon (50) alias SG yang diduga buronan interpol. Penangkapan dilakukan di Canggu, Bali.

Kuasa hukum SG, Pahrur Dalimunthe, mengaku kliennya dipermainkan oknum Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri. Pahrur bilang identitas SG tidak ada di dalam website resmi Interpol.

"Karena red notice SG enggak ada dalam website interpol," ucap Pahrur saat dihubungi di Jakarta, Minggu, 4 Juni.

Pahrur menjelaskan, kasus ini bermula pada Februari 2023, saat SG didatangi oknum anggota Divhubinter Polri yang memperlihatkan kertas red notice interpol.

Kala itu, oknum itu bilang SG masuk red notice interpol dan bakal ditangkap 4-6 minggu kemudian jika tidak menyerahkan sejumlah uang.

Namun, merasa apa yang ada di dalam kertas red notice interpol itu berbeda dengan identitasnya, SG mengabaikan permintaan oknum tersebut.

Beberapa waktu kemudian, oknum itu kembali datang bersama beberapa orang. Saat pertemuan, mereka menyampaikan bakal dilakukan penangkapan.

"Atas permintaan oknum-oknum tersebut, SG mengirimkan sejumlah uang sebesar Rp750 juta, Rp150 juta, dan Rp100 juta. Kesemuannya dikirimkan melalui transfer," tutur Pahrur.

Tak perlu waktu lama, SG kembali diminta para oknum Divhubinter untuk menyerahkan uang sebesar Rp3 miliar. Uang itu, diklaim bakal dibagikan kepada beberapa pihak di Divhubinter.

Namun, jika permintaan oknum tersebut tidak dipenuhi sampai 20 April 2023, SG akan ditangkap.

"Karena merasa bukan dia yang ada pada red notice tersebut, SG menolak memberikan uang Rp3 miliar tersebut dan merasa bahwa oknum-oknum ini adalah sindikat," ungkapnya.

Pada 19 Mei 2023, SG tiba-tiba ditangkap di kediamannya di Canggu, Kabupaten Badung, Bali. Rumahnya juga digeledah dan beberapa dokumen pribadinya disita.

"Kesemua tindakan tersebut dilakukan sewenang-wenang tanpa berdasar hukum, melanggar KUHAP," tegas Pahrur.

Sehari berselang, lanjut Pahrur, oknum kepolisian memaksa kliennya menandatangani beberapa dokumen berbahasa Indonesia yang belakangan diketahui tentang surat penangkapan dan penahanan berdasarkan serta mencantumkan nama SG sebagai tersangka atas suatu tindak pidana berdasarkan adanya laporan polisi (LP) model A dan surat perintah penyidikan (sprindik). Kala itu, SG tidak mengerti berbahasa Indonesia dan tidak didampingi pengacara.

Sejak menandatangani surat penangkapan dan penahanan, SG ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Polda Bali.

"Jelas-jelas SG tidak terlibat dalam pidana apa pun di Indonesia. Adanya LP, penyidikan, dan penetapan tersangka dalam dokumen tersebut menandakan bahwa SG melakukan tindak pidana di Indonesia. Nyatanya tidak pernah ada," kata Pahrur.

"Adanya LP, penyidikan, dan penetapan tersangka pada hari yang sama adalah pelanggaran serius terhadap hukum acara pidana di Indonesia," sambungnya.

Pada saat penahanan pun, SG kembali disambangi oknum-oknum Divhubinter tersebut. SG diiming-imingi kebebasasan dari penahanan polisi dan Imigrasi jika menyerahkan uang Rp3 miliar.

Lantaran merasa menjadi korban penipuan, SG menolak memenuhi permintaan itu.

Setelah 16 hari ditahan, SG tiba-tiba diberitahukan akan dibawa ke Australia melalui Denpasar, Bali, pada Minggu, 4 Juni 2023, pukul 22.00 WITA.

"Kejanggalan lainnya adalah SG dibawa tanpa ada serah terima dengan otoritas Kanada di Indonesia. Jadi, tidak diketahui akan dibawa ke mana klien kami," ucapnya.

Pahrur menilai, membawa seorang warga negara asing (WNA) bukan ke negara asalnya adalah pelanggaran ekstradisi. "Ini juga bentuk pelanggaran serius terhadap acara pidana di Indonesia dan hak asasi manusia (HAM) internasional," tegasnya.

Dokumen red notice Stephane Gagnon (50) alias SG yang diduga buronan interpol. (dok VOI)a

Pahrur menambahkan, Indonesia tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Kanada. Dengan demikian, tidak bisa melakukan penangkapan seseorang yang tercantum dalam red notice interpol.

Apalagi, kata dia, lazimnya penangkapan buronan interpol di Indonesia harus dilakukan langsung oleh penegak hukum dari negara asal yang menerbitkan red notice, baik yang memiliki perjanjian ekstradisi ataupun tidak. Penyerahannya pun dilakukan di Indonesia.

Indonesia, lanjut Pahrur, juga memiliki undang-undang (UU) dan peraturan pelaksana tentang ekstradisi. Salah satu isinya, penyerahan tahanan antarnegara yang tak memiliki hubungan ekstradisi hanya bisa dilakukan jika atas permintaan diplomatik ke Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan hanya bisa dilakukan jika memperoleh persetujuan presiden dan diputuskan berdasarkan pengadilan negeri (PN), di mana buronan tersebut ditangkap.

"Maka, apa yang dilakukan oleh oknum Dihubinter kepolisian itu juga melanggar UU Ekstradisi karena membawa seseorang secara ilegal ke luar negeri, lalu menyerahkannya kepada pihak lain di luar negeri," terangnya.

Jika hal tersebut benar terjadi, Pahrur mengkhawatirkan keselamatan SG karena kliennya adalah saksi kunci yang mengetahui secara jelas modus dan bukti-bukti adanya makelar kasus dalam penangkapan buronan interpol di Indonesia.

Atas dasar itu, Pahrur mendesak Polri menunda pelaksanaan penyerahan kliennya ke Australia hingga status SG jelas.

"Harus ada kesamaan data antara red notice Interpol dan identitas SG. Red notice harus tercantum dalam website interpol sebagaimana buronan lainnya," tegasnya.

Pahrur juga mendorong penegak hukum atau pemerintah Kanada terlibat dalam permasalahan yang dialami kliennya ini.

Dia pun meminta KPK, Propam Polri, dan Kompolnas ikut melakukan investigasi dalam dugaan kuat markus buronan Interpol yang menjerat kliennya. "Karena ini merupakan tindakan yang merusak nama baik Indonesia di mata internasional," katanya.

"Kami juga menuntut pihak-pihak yang menerima uang, yang terlibat, harus ditindak, sebagaimana tindakan yang selama ini dilakukan oleh Bapak Kapolri untuk bersih-bersih oknum yang tidak bertanggung jawab," sambung Pahrur.

Sebelumnya diberitakan, WN Kanada berinsial SG ditangkap Polda Bali. SG diduga menjadi buronan Interpol.

Kabid Humas Polda Bali, Kombes Stefanus Satake Bayu Setianto membenarkan ada penangkapan terhadap SG pada 20 Mei 2023.

Bayu menjelaskan, SG diamankan berdasarkan surat penangkapan dengan Nomor: SP.Kap/47/V/2023/Ditreskrimum, tanggal 20 Mei 2023.

“Unit 1 Subdit 4 Ditreskrimum Polda Bali telah melakukan penangkapan dan penahanan terhdp subyek red notice WN Kanada,” kata Bayu dalam keterangannya.