Pembubaran Ibadah Gereja Terjadi Lagi, PGI Minta Jokowi Tegur Keras Kepala Daerahnya
Ilustrasi-Pembubaran ibadah umat Kristen (Foto: pgi.or.id)

Bagikan:

JAKARTA - Aksi pembubaran ibadah secara paksa terhadap jemaat gereja kembali terjadi di beberapa wilayah. Pembubaran oleh kelompok masyarakat ini terjadi pada 19 Mei 2023 di Kelurahan Satia, Kecamatan Binjai Kota, Kota Binjai, Sumatera Utara.

Kemudian, pembubaran juga terjadi pada jemaat Gereja Bethel Indonesia (GBI) Gihon pada 19 Mei 2023 di Kelurahan Sidomulyo Timur, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru, Riau; dan Gereja Bethel Indonesia (GBI) dengan aktivitas pendidikan Agama Kristen pada 28 Mei 2023 di Desa Cilame, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.

Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian PGI Henrek Lokra menyayangkan kejadian-kejadian tersebut nasih terjadi setelah Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa konstitusi menjamin kebebasan beribadah dan beragama pada Januari 2023 lalu dalam Rakornas Kepala Daerah 2023 di Sentul, Bogor.

Karenanya, PGI meminta Jokowi untuk menegur para kepala daerah yang wilayahnya mengalami kejadian pembubaran jemaat tersebut.

"Menyatakan protes keras dan meminta Presiden Republik Indonesia, melalui Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama Republik Indonesia untuk memberikan teguran keras kepada Walikota Binjai, Walikota Pekanbaru, dan Bupati Bandung Barat," ucap Henrek Lokra dalam keterangannya, Rabu, 31 Mei.

Ia menegaskan, pemerintah daerah sebagai pengayom masyarakat seharusnya dapat menjalankan fungsinya dalam membina kerukunan antarumat beragama, salah satunya dengan memfasilitasi pendirian rumah ibadah.

Lalu, Pasal 13 dan Pasal 14 Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 pun mengamanatkan kepala daerah untuk memberikan izin sementara sebagai bentuk fasilitasi negara dalam mencari solusi pendirian rumah ibadah.

"Kami juga meminta pemerintah untuk mengeluarkan izin sementara sebagai bentuk fasilitasi negara berdasarkan PBM Nomor 9 dan 8 Tahun 2006," ungkapnya.

Lebih lanjut, PGI juga meminta kepada pemerintah dan aparat keamanan untuk tidak membiarkan kasus–kasus seperti ini berulang tanpa tindakan hukum yang tegas dan transparan.

"Sikap pembiaran negara akan berakibat pada pudarnya wibawa negara, berkembangnya rasa tidak percaya, serta terakumulasinya gesekan di tingkat akar rumput yang berpotensi menjadi konflik terbuka, apalagi pada momentum memasuki tahun politik dengan politisasi identitas yang sangat rawan," urai dia.