JAKARTA - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, tidak akan menggunakan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk pemberian vaksinasi COVID-19 kepada masyarakat.
Budi Gunadi lebih memilih menggunakan data yang dihimpun oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk pemberian vaksin kepada masyarakat. Alasannya data KPU baru diperbarui.
"Saya sudah kapok, saya engga mau lagi pakai datanya Kemenkes gitu. Dicrossing-crossing ke Dukcapil, aku ambil datanya KPU. Kita ambil KPU manual karena kemarin baru pemilihan itu di Jabar jadi kayaknya itu yang paling current basednya untuk di atas 17 tahun," kata Budi dalam kegiatan webinar, Dialog Warga: Vaksin dan Kita Komite Pemulihan Ekonomi dan Transformasi Jabar yang dikutip Jumat, 21 Januari.
Budi kemudian memaparkan sejumlah permasalahan di tengah program vaksinasi COVID-19 di Tanah Air. Pertama adalah tidak cukupnya penyimpanan atau cold chain vaksin COVID-19 karena ada penumpukan vaksin dari penyakit lain dan ini diakibatkan adanya kesalahan hitung.
"Kenapa bisa penuh, salah hitung. Ini masih provinsi loh," tegasnya.
BACA JUGA:
Mantan Wakil Menteri BUMN ini mengatakan selama ini Indonesia mengadakan vaksin reguler seperti vaksin TBC, polio, difteri, dan lainnya dengan dosis mencapai 130-200 juta.
Hanya saja, karena saat ini pandemi terjadi vaksin ini akhirnya tak terpakai dan menyebabkan vaksin COVID-19 tak bisa masuk ke dalam cold chain. "Jadi pas kita kirim, penuh. Karena sudah ada barang yang disimpan dan jadi chaotic," ungkapnya.
Masalah berikut yang disinggungnya adalah terkait fasilitas kesehatan untuk pemberian vaksin COVID-19.
"Saya enggak mau ketipu dua kali. Ini dibilang secara agregat cukup jumlah puskesmas dan rumah sakit untuk menyuntik. RS pemerintah saja, enggak usah libatin Pemda, swasta cukup ternyata enggak," kata dia.
Hanya saja, saat ditelusuri lebih jauh ternyata kapasitas faskes di kabupaten dan kota ternyata tak cukup. Dia menyebut memang ada beberapa kota yang cukup tapi tak merata.
"Begitu lihat Puncak Jaya, Kalimantan Tengah, Kalsel 3.000 hari baru selesai, delapan tahun baru selesai. Karena faskesnya enggak ada ada," ujarnya.
"Jadi sekarang saya sudah lihat by kabupaten, kotamadya nanti saya akan perbaiki strategi vaksinnya," pungkasnya.