JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari mengungkapkan pihaknya sudah memiliki sejumlah strategi untuk mengantisipasi potensi kecurangan saat Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dengan menggunakan sistem informasi penghitungan suara (situng).
Hal ini merupakan respons terkait pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang menyebut kecurangan di setiap pemilu pasti terjadi, baik yang sudah lalu atau yang akan datang.
"Kalau itu kan dari waktu ke waktu kami lakukan ya, misalkan Pemilu 2019, KPU membuat situng dan nanti akan kami ubah menjadi sistem informasi rekapitulasi hasil suara yang sudah kami praktikkan di Pilkada 2020 dan nanti kami akan adopsi di Pemilu 2024," ungkap Hasyim dilansir ANTARA, Rabu, 24 Mei.
Situng adalah pengembangan dalam scan C1 yang diterapkan pertama pada Pemilu 2014, yaitu petugas di TPS men-"scan" C1 dan di-"upload" ke website KPU untuk dipublikasikan dalam tabulasi.
"KPU juga melakukan verifikasi, apakah hitungannya sudah benar atau tidak. Kalau ada tuduhan, 'Hitungannya enggak bener, kok dipublikasi?' Memang kami publikasikan apa adanya. Kalau memang salah, supaya publik juga tahu bahwa ada hitungan yang salah," kata dia.
Meski begitu, Hasyim mengingatkan hitungan yang salah ini diketahui KPU Pusat. Lalu, mereka akan mengirimkan kembali hasilnya ke KPU kabupaten/kota dari mana formulir C1 dari TPS itu berasal untuk dikoreksi.
Tidak hanya itu, katanya, KPU mempersilakan siapa pun untuk melihat, mengambil foto, atau merekam proses penghitungan suara di TPS yang digelar terbuka. Nantinya, di sana akan ditugaskan saksi dari peserta pemilu hingga panitia pengawas setiap TPS.
"Jadi itu dilakukan secara terbuka. Kalau ada tuduhan ada manipulasi, itu pasti diketahui banyak orang," tutur Hasyim.
BACA JUGA:
Apabila ada komplain, misalnya di tingkat kabupaten, pihaknya akan melakukan koreksi berdasarkan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, yaitu memeriksa hasil satu tingkat di bawahnya. Ia akan melarang KPU kabupaten/kota dan KPU RI membawa komplain soal rekapitulasi langsung ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"KPU membuat kebijakan melarang KPU kabupaten/kota, KPU provinsi ketika rekapitulasi ada komplain keberatan. Kemudian mengatakan kalau 'Anda tidak puas bawa ke MK'. Kami larang," imbuhnya.
Sebab, paparnya, hal tersebut masih berada pada ruang lingkup dan tanggung jawab KPU. Untuk itu, tidak boleh dilemparkan masalah ini ke lembaga lain.