JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan akan mengantisipasi terjadinya kecurangan dalam Pemilu 2024 dengan melakukan kerja-kerja profesional sebagai penyelenggara pemilu.
"Kami antisipasi (potensi kecurangan dalam Pemilu 2024) dengan kerja-kerja profesional dari sisi penyelenggara," ujar anggota KPU Mochammad Afifuddin dilansir ANTARA, Rabu, 31 Mei.
Pria yang akrab disapa Afif itu menekankan kecurangan dalam pemilu memang sudah seharusnya diantisipasi.
"Yang namanya kontestasi, upaya orang untuk menang dengan cara yang baik maupun tidak baik, benar maupun tidak benar, itu harus diantisipasi," kata dia.
Karena itu, lanjut dia, Indonesia pun memiliki lembaga pengawas pemilu, yakni Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Di samping itu, ada pula insan pers dan kelompok masyarakat sipil yang dapat ikut berperan dalam mengawasi pelaksanaan Pemilu 2024 agar berjalan dengan baik dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Hal tersebut juga disampaikan Afif terkait dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD. Mahfud sebelumnya menyampaikan kecurangan memang terjadi dalam lima kali penyelenggaraan pemilu terakhir.
"Karena sudah lima kali pemilu kita, Pemilu 1999, 2004, 2009, 2014, dan 2019 curang terus. Tetapi beda saudara, yang curang sekarang itu adalah peserta pemilu sendiri, bukan pemerintah," kata dia.
BACA JUGA:
Mahfud menegaskan hal itu jauh berbeda apabila dibandingkan semasa Orde Baru berkuasa, di mana sudah menjadi rahasia umum bahwa pemilu kerap kali sudah diatur siapa pemenangnya dan partai apa mendapat berapa banyak suara.
"Kalau dulu jaman Orde Baru itu tidak bisa dibantah, yang curang pemerintah terhadap rakyat. Pokoknya yang menang harus Golkar, pemilu besok yang Golkar dapat sekian, PPP sekian, PDI sekian, sudah diatur. Itu bukan berita bohong, memang iya," ujarnya.
Sementara dalam lima kali pemilu terakhir, lanjutnya, kecurangan terjadi antara rakyat dengan rakyat dan dilakukan oleh peserta pemilu.