Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mencari nilai dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh pejabat eks Ditjen Pajak Kemenkeu Rafael Alun. Mereka masih menghitung karena jumlahnya terus bertambah.

"(Nilai pencucian uang Rafael, red) ini juga masih berproses. Karena seperti tadi sampaikan bahwa ada dinamika yang terus menerus," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 10 Mei.

Jumlah ini bertambah seiring ditemukan berbagai informasi baru. Misalnya, kata Asep, adanya usaha kos-kosan yang diduga milik Rafael.

"Kemudian kami juga ada informasi dari saksi-saksi yang lainnya terkait dengan kepemilikan aset yang lain. Nah, itu yang akan terus kami telusuri," tegasnya.

"Jadi tidak bisa kami declare di sini, hari ini segini. Tidak. Nanti pada saatnya," sambung Asep.

Selain itu, KPK kini juga mencari aset lain yang diduga berasal dari gratifikasi yang diterima Rafael. Salah satu contohnya adalah uang digital seperti bitcoin maupun crypto currency.

Begitu juga kemungkinan pencucian uang dengan menggunakan perusahaan cangkang di luar negeri. "Itu juga sedang kita telusuri," ujar Asep.

Diberitakan sebelumnya, Rafael Alun ditetapkan sebagai tersangka dugaan pidana pencucian uang. Ia diduga mengalihkan atau menyamarkan uang panas yang diterimanya.

Sementara dalam kasus gratifikasi, dia diduga menerima gratifikasi sebesar 90.000 dolar Amerika Serikat dari beberapa wajib pajak melalui perusahaannya, PT Artha Mega Ekadhana (AME).

Penerimaan ini disebut terjadi sejak 2011 saat dia menjabat sebagai Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak pada Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jawa Timur 1.

Jumlah gratifikasi yang diterima Rafael masih bisa bertambah karena penyidik masih terus melakukan pendalaman. Mengingat, perusahaan itu sudah menangani banyak klien yang mengalami kesulitan pelaporan pembukuan perpajakan.