JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra meminta kebijakan pencabutan Kartu Jakarta Pintar (KJP) bagi pelajar yang ketahuan merokok harus diimbangi dengan penyediaan fasilitas rehabilitasi untuk menghentikan kecanduan merokok.
"Kita memutus rokok dengan memberi sanksi anak, tetapi akses anak untuk rokok tetap tersedia, mereka yang disetop anggaran KJP-nya, tetapi tidak bisa rehab dan pada akhirnya efek candu itu terus menghantui, yang berakibat rokok tidak bisa lepas dari genggaman anak," kata Jasra Putra di Jakarta, Selasa 9 Mei, disitat Antara.
Pihaknya menambahkan anak yang kecanduan merokok berpotensi memiliki kecanduan terhadap zat adiktif lain yang lebih berbahaya.
"Efek candunya ketika tidak dipulihkan akan menjadi pembuka untuk industri candu lainnya. Sehingga jangan sampai kebijakan ini seperti menggarami lautan," ujarnya.
Pihaknya mengkritisi pemerintah yang telah berkomitmen untuk menjauhkan rokok dari anak, namun anggaran perlindungan khusus anak yang menjadi korban rokok dan produk serupa rokok masih minim.
Padahal, menurutnya, pemasukan dari cukai rokok sudah sangat besar, namun tempat rehab yang layak bagi anak yang kecanduan merokok masih belum tersedia.
"Besarnya anggaran tersebut belum mencerminkan komitmen adanya tempat rehab yang layak bagi anak yang kecanduan produk yang berdampak besar pada lingkungan dan kesehatan anak ini," katanya.
BACA JUGA:
KPAI pun mendorong agar pemerintah melaksanakan amanat Undang-Undang Perlindungan Anak Pasal 59 Ayat 2 menyatakan pemerintah, pemerintah daerah, dan lembaga negara lainnya, berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan Perlindungan Khusus Anak, yang di dalamnya ada 15 kategori anak yang membutuhkan perlindungan khusus, termasuk anak perokok.
"Anak-anak tersebut wajib dilindungi, dipulihkan, diberi akses rehabilitasi, dipulihkan, guna tegak lurus negara pada konstitusi tentang sikap anti diskriminasi pada anak," pungkasnya.