Bagikan:

JAKARTA - Sanksi pencabutan Kartu Jakarta Pintar (KJP) bagi siswa yang merokok hanya akan memutus siklus pembinaan, kata Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryanti Solihah.

"Kalau hanya beri sanksi, dikhawatirkan hanya memutuskan siklus pembinaan efektif, malah bisa jadi ketakutan, kebohongan, dan kemungkinan akan muncul manipulasi," katanya saat dimintai keterangan terkait pencabutan KJP bagi siswa yang merokok dilansir ANTARA, Kamis, 11 Mei.

Ai Maryanti mengatakan keputusan atau pendekatan pemerintah harus lebih mendekatkan pada aspek perlindungan, pembinaan, juga efektivitas, bukan hanya imbauan yang bersifat menakut-nakuti.

Dia mengatakan pelanggaran terkait dengan penyalahgunaan KJP harus dilihat secara umum, seperti apa bentuk penyalahgunaannya.

Dirinya setuju dengan adanya kegiatan untuk menekan angka rokok pada pelajar.

Namun hal ini bukan hanya soal kebijakan, tetapi juga tindakan yang dilakukan dengan imbauan langsung oleh pejabat yaitu Pemprov DKI.

"Kalau spesifik dikaitkan dengan rokok, ini menjadi permasalahan remaja kita, kita tidak boleh lupa bagaimana edukasinya," ujarnya.

 

Ai Maryanti mengatakan pendekatan dengan pembinaan lebih baik dilakukan dalam mengatasi hal ini karena harus juga ditinjau ulang dari berbagai aspek seperti latar belakang keluarganya.

Menurutnya, pendekatan dengan model seperti ini turut memberikan daya dukung supaya bisa berhenti merokok, memperbaiki diri, dan sesuai dengan tugas dan fungsi siswa yakni untuk pendidikan.

"Bagi KPAI, sanksi harus mendidik, yang bukan hanya melahirkan tindakan yang tidak terukur," katanya.

Sebelumnya, Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menegaskan bahwa pihaknya akan mencabut KJP Plus bagi pelajar perokok agar KJP Plus dapat disalurkan kepada orang yang tepat dengan melakukan diskusi antara guru dengan murid.

"Saya minta ke Kepala Dinas Pendidikan, kalau murid yang mendapatkan KJP itu kedapatan merokok maka KJP-nya wajib dicabut. Ini supaya kota berikan ke anak lain karena kemampuan pemda kan terbatas," kata Heru di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat, 5 Mei.