Bagikan:

JAKARTA - Beberapa negara di dunia telah memulai vaksinasi COVID-19. Untuk saat ini vaksin yang tersedia adalah vaksin yang disuntikkan. Hal tersebut tidak masalah bagi sebagian orang, namun masalah bagi orang yang takut jarum suntik. 

Melansir CNN, Sabtu 16 Januari 2021, cerita dari seorang mahasiswa kedokteran tahun keempat di Universitas Thomas Jefferson di Philadelphia, contohmya. Mahasiswa bernama Amanda Walker tahu bahwa vaksinasi itu aman dan penting. Namun, mendapatkan vaksin tersebut masih merupakan cobaan berat baginya karena ia memiliki fobia jarum suntik. 

"Saya akan mulai sangat kedinginan dan kemudian berkeringat," katanya, menjelaskan reaksinya ketika harus menghadapi suntikan. "Lalu saya pingsan."

Walker telah hidup dengan rasa takut disuntik selama bertahun-tahun. Dia ingat pernah ketakutan, pada usia 12 atau 13 tahun, saat menerima suntikan vaksin flu. Ketakutan terhadap jarum suntik mungkin adalah ketakutan umum: Walker adalah satu dari jutaan orang yang takut akan jarum, demikian temuan studi pada 2018 yang diterbitkan dalam Journal of Advanced Nursing. 

Reaksi ketakutan terhadap jarum bermacam-macam, dari kecemasan ringan sampai berat, bahkan fobia parah. Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Kesehatan Mental dari American Psychiatric Association atau DSM-5, mengenali trypanophobia atau ketakutan akan "fobia spesifik jenis darah/ injeksi/cedera" pada 1994.

Sekarang, ketika vaksin COVID-19 diluncurkan di seluruh dunia, mengatasi ketakutan seperti itu sangat penting untuk kesehatan masyarakat. Untuk melindungi populasi secara keseluruhan, 'sebagian besar' orang harus divaksinasi, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). 

Bagi individu yang mempertimbangkan untuk menghindari vaksinasi COVID-19 karena fobia jarum suntik, mencari pengobatan bisa menjadi keputusan hidup dan mati. Para ahli mengatakan pengobatan untuk fobia jarum bisa sangat efektif. Namun, membiarkan kondisi tersebut tidak diobati dapat menyebabkan ketakutan yang semakin meningkat seiring waktu.

Jeffrey Geller, presiden American Psychiatric Association dan profesor psikiatri di University of Massachusetts Medical School, mengatakan bahwa sekitar 30 persen orang akan mengalami gangguan kecemasan dalam hidup mereka, kata Geller. Dari jumlah tersebut, antara 7 persen dan 9 persen individu memiliki fobia spesifik.

Kecemasan tentang jarum, bagaimanapun, tidak harus memenuhi definisi formal fobia untuk menimbulkan masalah. Sekitar seperempat orang dewasa takut jarum dan diperkirakan 7 persen orang dewasa menghindari imunisasi karena takut jarum suntik, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS. Ketakutan terhadap jarum diperkirakan 20 persen hingga 50 persen pada remaja dan 20 persen hingga 30 persen pada dewasa muda.

Bahkan sebelum pandemi COVID-19, ketakutan akan jarum suntik berdampak serius. Terlebih lagi, ketakutan akan jarum tidak hanya membuat seseorang enggan divaksinasi. Orang dengan fobia parah mungkin menghindari perawatan medis sama sekali, bahkan jika kesehatannya telah memburuk.

Bagi orang-orang yang takut jarum namun tetap mendapatkan suntikan, pengalaman itu bisa jadi tidak menyenangkan. Mereka akan mengalami gejala umum termasuk pusing, perasaan ingin pingsan, insomnia, berkeringat, otot tegang dan kewaspadaan meningkat. Sementara individu dengan rasa takut yang relatif ringan terhadap jarum dapat mengatasi kecemasan mereka dengan mempraktikkan teknik relaksasi sendiri. 

Mengalihkan perhatian juga bisa berhasil. Menghitung dalam hati, menghitung napas, dan membayangkan tempat yang aman dan nyaman dapat mengalihkan fokus dari peristiwa yang menakutkan. Atau, bisa juga mengajak teman atau anggota keluarga tepercaya untuk menemani, kata Geller. 

"Datang untuk mendapatkan suntikan bersama seseorang yang bisa mendukung," katanya, menambahkan bahwa mempraktikkan teknik relaksasi dengan orang yang menemani dapat membantu menghadapi ketakutan jarum tersebut.