Bagikan:

JAKARTA - Sebuah tim yang dipimpin World Health Organization (WHO), yang menyelidiki asal-usul COVID-19 akan memulai rapat virtual dengan tuan rumah China. Rapat akan digelar di sebuah hotel di Wuhan, tempat pandemi pertama kali diketahui.

Kedatangan tim penyelidik di Kota Wuhan, China tengah pada Kamis, 14 Januari terganggu oleh ketidakhadiran dua anggota, yang gagal dalam tes antibodi virus corona di Singapura. Salah satu dari dua anggota itu akhirnya lulus uji COVID-19 dan perjalanannya ke China sedang diatur, menurut Kementerian Luar Negeri China.

"Tim sekarang menjalani karantina wajib selama 14 hari dan dirawat dengan sangat baik oleh tuan rumah kami. Pekerjaan dimulai hari ini, hari pertama, melalui rapat telekonferensi dengan tim China," kicau seorang anggota tim penyelidik, Peter Daszak, yang merupakan ahli ilmu hewan.

Pada Jumat, 15 Januari, jalan masuk dan tempat parkir dari hotel butik tempat tim itu menginap ditutup dengan plester, dan personel keamanan berjaga-jaga di pintu masuk. Kedatangan tim penyelidik di Wuhan berlangsung saat China waspada atas kebangkitan infeksi COVID-19 di wilayahnya di timur laut.

Amerika Serikat (AS), yang setahun lalu menuduh China menyembunyikan tingkat wabah awalnya, telah menyerukan agar penyelidikan yang dipimpin WHO harus "transparan". AS selain itu mengkritik persyaratan kunjungan tim tersebut, yang dengannya para ahli China telah melakukan penelitian tahap pertama. 

Dominic Dwyer, seong ahli virologi Australia dalam tim tersebut, mengatakan dia dan para ilmuwan lainnya berusaha untuk mengesampingkan aspek politik seputar kunjungan penyelidikan itu.

"Selalu ada politik dengan skenario seperti ini, tetapi salah satu hal yang ditunjukkan oleh COVID-19 kepada kami adalah jika kita memiliki sains yang baik, maka kita kemudian bisa menginformasikan sisi politiknya," katanya.

"Anda ingin mengisi kekosongan ilmiah dengan jawaban sehingga orang dapat membuat lebih banyak informasi dan, oleh karena itu, keputusan yang mungkin lebih masuk akal," ujar Dwyer.

Dwyer mengatakan rencana perjalanan untuk sisa waktu kunjungan masih harus diselesaikan, tetapi dia berharap untuk mengunjungi lembaga penelitian, rumah sakit, dan pasar tempat kasus COVID-19 pada manusia pertama terdeteksi pada akhir 2019.

"Memperoleh pemahaman tentang bagaimana mereka (pasar) bekerja secara fisik dengan melihatnya sangat membantu karena kami mencoba untuk mengetahui bagaimana virus bisa masuk ke pasar dari luar ... Dan menyebar di dalam pasar, atau bagian dari pasar, dan kemudian menyebar ke masyarakat," jelasnya.

Tim penyelidik sejauh ini tidak diperbolehkan untuk berbaur saat berada di karantina, jadi para anggota tim akan mengadakan semua rapat secara virtual.

"Kami berada di kamar selama dua pekan. Kamar-kamarnya berukuran bagus dan mereka telah memberi semua orang peralatan olahraga, dan makanan diantarkan," kata Dwyer, yang juga menyebutkan bahwa dia mendapatkan beberapa alat angkat beban, tali lompat, dan matras yoga.

Salah satu dari dua anggota tim yang belum bisa bergabung, yaitu seorang warga negara Inggris, akan diizinkan untuk melakukan perjalanan ke China setelah hasil tes antibodi ulangnya negatif, kata juru bicara kementerian luar negeri China Zhao Lijian dalam jumpa pers di Beijing, Jumat, 15 Januari.

Dia juga menyebutkan bahwa satu anggota lainnya, yang adalah warga Sudan, hasil tesnya untuk antibodi COVID-19 masih positif. "Kami akan tetap berhubungan dengan WHO tentang masalah ini," kata Zhao.

Tim penyelidik COVID-19 yang terdiri dari 15 orang itu semuanya dinyatakan negatif untuk penyakit tersebut sebelum meninggalkan negara asal mereka, dan menjalani pengujian lebih lanjut saat transit di Singapura.