Insentif Pembelian Mobil Listrik untuk Selamatkan Lingkungan dan Uang Negara, Ini Penjelasannya
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Hageng Suryo Nugroho. (Dok KSP)

Bagikan:

JAKARTA- Kebijakan pemerintah menggelontorkan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) terhadap pembelian  mobil listrik atau bus semata-mata untuk menyelamatkan kondisi lingkungan dan keuangan negara.

Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Hageng Suryo Nugroho mengungkapkan, bahwa saat ini penggunaan kendaraan konvensional telah menyumbang hampir 80 persen emisi karbon di Indonesia. Padahal di sisi lain, pemerintah berkomitmen untuk memenuhi Net Zero Emission pada 2060.

"Hal ini yang membuat pemerintah sangat gencar mendorong migrasi kendaraan konvensional ke kendaraan listrik," kata Hageng, di gedung Bina Graha Jakarta, Selasa 4 April.

Energi Terbarukan

Ia menambahkan, percepatan migrasi kendaraan bermotor berbahan bakar fosil ke kendaraan bermotor listrik juga akan menekan impor BBM. Di mana saat ini impor BBM mencapai 1 juta barel per hari dari total kebutuhan konsumsi dalam negeri, yakni 1,6 juta barel per hari.

Jika asumsi harga minyak dunia USD 80 dolar, jelas Hageng, maka uang negara yang digunakan untuk impor BBM mencapai Rp 1,2 triliun per hari.

"Ketika harga minyak dunia bergejolak tentu besarnya volume impor BBM akan memberi tekanan yang besar terhadap APBN. Ini harus diselamatkan," ujarnya.

Menurut Hageng, percepatan migrasi kendaraan konvensional ke kendaraan listrik bisa dilakukan jika masyarakat sebagai konsumen perorangan mampu membeli kendaraan listrik dengan harga terjangkau. Untuk itu, pemerintah memberikan insentif PPN DTP pembelian mobil listrik dan bus listrik.

Hal itu, sambung dia, telah diatur di dalam Perpres No 55/2019 tentang Percepatan Program KBLBB untuk Transportasi Jalan. Yakni, pemberian fasilitas APBN untuk mendukung percepatan penggunaan KBLBB.

"Butuh tiga tahun bagi pemerintah untuk merumuskan aturan turunannya dan merealisasikan subsidi pembelian KBLBB dengan skema insentif PPN DTP," tutur Hageng.

Untuk diketahui, per 1 April 2023 pemerintah menetapkan pemberian insentif PPN DTP untuk KBLBB kendaraan roda empat dan bus. Hal ini tertuang dalam PMK No 38/2023 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan KBLBB roda empat tertentu dan KBLBB bus tertentu yang ditanggung pemerintah tahun anggaran 2023.

Pemberian insentif PPN DTP terhadap pembelian KBLBB roda empat dan bus yang memenuhi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) 40 persen, maka akan diberikan PPN DTP sebesar 10 persen. Sehingga PPN yang harus dibayar hanya 1 persen.

Sementara, KBLBB bus dengan nilai TKDN 20 - 40 persen akan diberikan PPN DTP sebesar 5 persen. Sehingga PPN yang harus dibayar hanya 6 persen.

Hageng Tenaga Ahli Bidang Energi KSP ini menilai, syarat TKDN merupakan elemen penting untuk memastikan peran Indonesia sebagai pemain utama kendaraan listrik, bukan hanya target pasar.

"Jangan sampai pasar dalam negeri dikuasai produk impor dan perusahaan asing. Industri otomotif kita harus bertransformasi menjadi industri yang berdaulat," tegasnya.

Pada kesempatan itu, Hageng meyakini pemberian insentif PPN DTP terhadap pembelian KBLBB kendaraan roda empat dan bus akan berdampak luas bagi industrialisasi tidak hanya hilir namun juga di hulu. Di mana peningkatan permintaan akan memacu produsen mobil listrik di dalam negeri yang ujungnua berimbas pada penyerapan tenaga kerja dan penerimaan negara.

"Semua dampak yang ditimbulkan akan better off (lebih baik) bagi pemerintah dan masyarakat," pungkasnya soal kebijakan insentif untuk mobil listrik.