Bagikan:

JAKARTA - Pengamat Pendidikan asal Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Munawir Yusuf menyatakan literasi baca bukan sekadar bersumber dari buku, tetapi juga banyak dari teknologi.

"Kalau saya membaca dalam arti luas, bisa membaca teks, alam, fenomena, data, peristiwa. Harus ada literasi data, teknologi, persoalannya selama ini saya lihat teknologi informasi banyak pilihan yang harus dibaca anak-anak," kata Munawir dikutip Antara, Minggu.

Ia mengatakan dengan makin banyaknya pilihan tersebut sulit mengontrol apa saja yang harus dibaca anak-anak dan apa yang tidak boleh diakses oleh mereka.

Dalam hal ini, kata dia, peran orang tua dan sekolah menjadi penting agar mengarahkan anak untuk membaca yang benar dan memaknai secara tepat, termasuk tidak bisa hanya memaksa anak untuk membaca buku, tetapi juga membaca peristiwa alam.

"Misalnya membaca peristiwa politik agar bisa memaknai perkembangan politik. Baca tentang data ekonomi meski belum diajarkan, bisa diarahkan membaca sesuai perkembangan yang ada," kata Munawir.

Ia mengatakan peran dari sekolah adalah harus menyediakan buku-buku yang dibutuhkan oleh para siswa. Selain itu juga menyediakan waktu selama 15 menit bagi siswa untuk bisa membaca apa saja sumber informasi yang ada di sekolah, seperti buku dan koran.

"Sediakan tempat yang terbuka, di halaman, di sudut-sudut ruangan, tempat yang layak digunakan untuk membaca. Petugas perpustakaan bisa menyediakan tema setiap harinya biar anak pilih sendiri. Jadi by desain, bukan tergantung mata pelajaran," katanya.

Ia juga berpendapat harus ada komunikasi antara sekolah dengan orang tua. "Itu perlu diciptakan, apakah memungkinkan sekolah bikin buku untuk komunikasi dengan orang tua. Nanti guru memberikan pesan di buku, anak baca ini, sumbernya ini, agar orang tua tahu juga," ujar Munawir.

Komunikasi tersebut, lanjutnya, akan mempererat komunikasi antara guru dengan orang tua mengingat edukasi menjadi tanggung jawab bersama.