Bagikan:

JAKARTA - Polda Metro Jaya membeberkan tiga modus komplotan penipu modus travel umrah PT Naila Safaah Wisata Mandiri (NSWM) yang menyebabkan puluhan jemaah terlantar. Mulai dari menjual tiket dengan harga di bawah standar yang rekomendasi Kementerian Agama hingga mengaktifkan tiket yang sudah hangus atau kadaluarsa.

"Modusnya antara lain pertama, menjual tiket lebih murah atau di bawah referensi Kementerian Agama. Ini untuk menarik jemaah agar bisa ikut dalam travel PT Naila," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi kepada wartawan, Kamis, 30 Maret.

Untuk modus kedua, para tersangka mempromosikan melalui media sosial. Tentunya, dengan menampilkan konten foto dan video berupa testimoni para jemaah yang sudah berangkat.

Kemudian, mereka juga memalsukan kode QR. Dengan kata lain, para tersangka menggunakan kode jemaah sebelumnya untuk yang akan berangkat.

"Travel ini memalsukan QR Code, jadi jemaah ada barcode. Ini fatal berisi data jemaah. Ini antara foto dan kode berbeda. Ini jemaah yang sudah berangkat. Jadi kalau hilang di Arab Saudi sana susah dideteksi," ungkapnya.

Modus terakhir, mereka menjanjikan kepada calon korban dapat mengaktifkan kembali tiket yang sudah kadaluarsa. Tentunya, dengan menarik biasa tambahan.

Khusus untuk modus itu, penyidik disebut masih mendalaminya. Nantinya, semua pihak yang terlibat seperti maskapai dan lainnya akan dimintai keterangan.

"Kemudian modusnya tiket hangus itu bisa dihidupkan lagi menambah sejumlah uang Rp2,5 juta. Ini sedang diselidiki ini kok bisa, kita akan panggil pihak maskapai. Sedang kami adakan pemanggilan untuk kami dalami," kata Hengki.

Dalam rangkaian pengungkapan kasus penipuan modus travel umrah, ada tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka antara lain, Mahfudz Abdullah, Halijah Amin, dan Hermansyah.

Dalam melancarkan aksinya, komplotan penipu ini menggandeng para tokoh agama. Tujuannya agar masyarakat percaya dan mau menggunakan jasa travel tersebut.

Ketiganya dijerat dengan Pasal 126 Juncto Pasal 119 A Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah sebagaimana diubah dalam Pasal 126 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan ancaman pidana maksimal 10 tahun penjara.