KPK Pernah Geledah Rumah Rafael Alun Cari Bukti Penerimaan Gratifikasi
Rafael Alun Trisambodo di gedung KPK/DOK FOTO: Wardhany Tsa Tsia-VOI

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata sudah pernah menggeledah kediaman eks pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu Rafael Alun Trisambodo. Penggeledahan dilakukan untuk mencari bukti dugaan gratifikasi yang menjerat bekas anak buah Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani itu.

"Untuk dalam rangka mengumpulkan alat bukti satu kegiatan yang sudah dilakukan beberapa waktu yang lalu juga kami telah melakukan penggeledahan di salah satu tempat kediaman dari tersangka dimaksud (Rafael, red)," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 30 Maret.

Ali tak memerinci waktu pasti penggeledahan ini. Begitu juga temuan yang didapat dari rumah ayah Mario Dandy itu.

Tapi, dia memastikan komisi antirasuah akan terbuka dengan penanganan dugaan gratifikasi yang menjerat Rafael. Masyarakat diminta terus memantau.

"Nanti perkembangannya, setiap perkembangan dari perkara ini dan saya kira ini perkara baru pasti kami akan sampaikan kepada teman-teman semuanya," tegasnya.

Sebelumnya, KPK menetapkan Rafael Alun jadi tersangka. Dia diduga menerima gratifikasi sejak 2011-2023 terkait pemeriksaan pajak.

Penetapan ini dilakukan komisi antirasuah setelah mereka menyelidiki harta jumbo milik Rafael Alun yang terbongkar setelah anaknya, Mario Dandy menganiaya pelajar berusia 17 tahun, David. Diduga ada permainan dibalik kepemilikan kekayaan sebesar Rp56 miliar.

Dalam upaya penyelidikan ini, penyelidik sudah meminta keterangan dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Jakarta Timur (Jaktim) Wahono Saputro. Pemanggilan ini dilakukan karena istrinya diduga punya saham di perusahaan milik istri Rafael, Erni Torondek.

 

Selain itu, penyelidik juga menelisik terkait temuan safe deposit box milik Rafael yang di dalamnya terdapat duit miliaran. Temuan yang sudah diblokir oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) itu diduga berasal dari penerimaan suap.