22 Orang Tewas di Sebuah Biara, Termasuk Tiga Biksu: Kelompok Pemberontak dan Rezim Militer Myanmar Saling Tuding
Ilustrasi unjuk rasa anti-militer di Myanmar. (Wikimedia Commons/Sithu Naina/VOA)

Bagikan:

JAKARTA - Sedikitnya 22 orang, termasuk tiga biksu, terbunuh di sebuah biara di Negara Bagian Shan, selatan Myanmar pada Hari Sabtu, dengan kelompok pemberontak lokal dan junta yang didukung militer saling menuduh satu sama lain telah melakukan pembantaian.

Foto-foto dan sebuah video yang diambil dari insiden tersebut, yang disediakan oleh Pasukan Pertahanan Kebangsaan Karenni (KNDF) dan diverifikasi oleh CNN, menunjukkan setidaknya 21 mayat yang ditumpuk di sekitar Biara Nan Nein, yang terletak di Desa Nan Nein, Kotapraja Pinlaung.

Banyak dari mereka terlihat mengenakan pakaian sipil dan memiliki beberapa luka tembak. Di antara mereka juga terdapat tiga mayat yang mengenakan jubah oranye kunyit, yang biasanya dikenakan oleh para biksu Buddha.

Dalam video yang disediakan oleh kelompok tersebut, terlihat lubang-lubang peluru yang terlihat di dinding-dinding biara.

Mayat-mayat tersebut terlihat berjejer dan tersungkur di dinding biara dengan genangan darah di tanah di bawahnya.

Baik KNDF maupun militer Myanmar sepakat bahwa pertempuran terjadi di daerah tersebut, namun ada dua narasi yang saling bersaing setelah pembunuhan di biara tersebut.

"Militer Myanmar membunuh tiga biksu dan 19 warga sipil pada tanggal 11 Maret," ujar juru bicara KNDF Philip Soe Aung kepada CNN, seperti dikutip 15 Maret.

"Pasukan kami tiba di biara pada tanggal 12 Maret dan melihat mayat-mayat tersebut," lanjut KNDF.

Pertempuran sengit telah terjadi antara kelompok pemberontak lokal dan militer Myanmar di daerah dekat Desa Nan Nein minggu lalu.

Pertempuran tersebut meluas dengan militer menembaki dan melancarkan serangan udara langsung ke desa tersebut, sehingga memaksa warga sipil untuk berlindung di vihara terdekat, kata Soe Aung.

Menggambarkan pembantaian tersebut, Soe Aung mengatakan: "Para warga sipil dan biksu ini disiksa dan dieksekusi oleh militer Burma."

"Para biksu tidak mau meninggalkan biara mereka sehingga warga sipil dan biksu tinggal di sana bersama-sama," lanjutnya.

Karena cara mayat-mayat tersebut ditemukan berbaris di depan biara, Soe Aung menduga bahwa mereka dibunuh oleh "regu pembunuh bayaran."

Semua korban tidak bersenjata dan banyak mayat yang menunjukkan tanda-tanda "penyiksaan dan pemukulan" dengan "luka tembak di kepala," tambahnya.

Sementara, juru bicara junta Myanmar Mayor Jenderal Zaw Min Tun, menepis tuduhan bahwa militer bertanggung jawab.

Dalam komentar yang dimuat oleh surat kabar milik pemerintah, Global Light of Myanmar pada Hari Selasa, ia menyalahkan "kelompok teroris" atas kekerasan di biara tersebut, dengan menyebut nama Pasukan Polisi Nasional Karen (KNPF), Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF) dan Partai Progresif Nasional Karenni (KNPP), sebuah pemerintahan yang menyatukan kelompok-kelompok etnis di negara bagian tersebut.

Zaw Min Tun mengklaim, para pejuang melepaskan tembakan setelah "Tatmadaw (bekerja sama) dengan milisi rakyat setempat dan mengambil langkah-langkah keamanan untuk wilayah tersebut."

"Ketika kelompok-kelompok teroris melepaskan tembakan dengan keras... beberapa penduduk desa terbunuh dan terluka. (Yang lainnya) melarikan diri," kata Zaw Min Tun.

Namun Soe Aung, juru bicara Pasukan Pertahanan Kebangsaan Karenni mengatakan kepada CNN, bahwa "pos-pos militer" tersebar di sepanjang rute menuju desa tersebut. Namun dia mengatakan tidak ada tentara PDF atau KNDF di desa atau biara.

"Bukan kebijakan kami untuk menempatkan para pejuang di desa karena hal itu dapat menimbulkan konflik dengan warga sipil," terangnya.

Daerah tersebut telah mengalami pertempuran selama beberapa minggu, tambahnya - sebagian besar terkonsentrasi di daerah hutan dan gunung di sekitarnya.

Serangan militer Myanmar terhadap Desa Nan Nein juga termasuk "pemboman" yang melibatkan serangan udara, menurut KNDF.

Dalam sebuah pernyataan terpisah kepada CNN, juru bicara Tentara Karenni (KA), sayap bersenjata KNPP, mengonfirmasi, pertempuran terjadi di Desa Nan Nein pada 10 Maret "antara militer dan pasukan gabungan KA, KNDF dan pasukan PDF."

Juru bicara militer dan junta Myanmar tidak menanggapi permintaan CNN untuk memberikan komentar.

Diketahui, Myanmar telah terperosok ke dalam kekerasan politik, sejak pemimpin militer Jenderal Senior Min Aung Hlaing merebut kekuasaan dalam kudeta tahun 2021.

Kudeta ini diikuti oleh tindakan keras militer yang brutal terhadap para pengunjuk rasa pro-demokrasi yang menyebabkan warga sipil ditembak di jalan, diculik dalam penggerebekan di malam hari dan diduga disiksa dalam tahanan.

Sejak kudeta, setidaknya 2.900 orang di Myanmar telah dibunuh oleh pasukan junta dan lebih dari 17.500 orang ditangkap, sebagian besar dari mereka masih dalam tahanan, menurut kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP).

Kudeta tersebut juga telah mengakibatkan lonjakan pertempuran antara militer dan sejumlah kelompok perlawanan yang bersekutu dengan milisi etnis yang sudah lama ada di negara yang telah dilanda pemberontakan selama beberapa dekade ini.