JAKARTA - Sedikitnya enam anak tewas dan 17 luka-luka ketika helikopter tentara menembaki sebuah sekolah di Myanmar, laporan media dan penduduk mengatakan pada Hari Senin.
Pihak militer Myanmar berdalih, mereka melepaskan tembakan karena kelompok pemberontak menggunakan gedung itu untuk menyerang pasukannya.
Rincian kekerasan yang terjadi pada Hari Jumat di Desa Let Yet Kone, wilayah Sagaing tengah tersebut belum dapat diverifikasi secara independen.
Menurut laporan di portal berita Mizzima dan Irrawaddy, helikopter tentara telah menembaki sekolah yang bertempat di sebuah biara Buddha di desa tersebut.
Beberapa anak tewas di tempat oleh penembakan itu, sementara yang lain meninggal setelah pasukan memasuki desa, kata laporan itu, melansir Reuters 19 September.
Dua warga, yang menolak disebutkan namanya karena kekhawatiran keamanan, mengatakan melalui telepon, mayat-mayat itu kemudian diangkut oleh militer ke kotapraja yang berjarak 11 km (7 mil) dan dikuburkan.
Gambar yang diunggah di media sosial menunjukkan apa yang tampak seperti kerusakan, termasuk lubang peluru dan noda darah di sebuah gedung sekolah.
Sementara itu, dalam sebuah pernyataan terpisah, militer mengatakan Tentara Kemerdekaan Kachin, sebuah kelompok pemberontak, dan Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF), sebuah organisasi payung gerilyawan bersenjata yang disebut junta "teroris", telah bersembunyi di biara dan menggunakan desa untuk mengangkut senjata di daerah tersebut.
Pasukan keamanan yang dikirim dengan helikopter telah melakukan "inspeksi mendadak" dan diserang oleh PDF dan KIA di dalam rumah dan biara, katanya.
Dikatakan pasukan keamanan telah menanggapi dan mengatakan, beberapa penduduk desa telah tewas dalam bentrokan, sementara yang terluka dibawa ke rumah sakit umum untuk perawatan.
Pernyataan itu menuduh kelompok bersenjata menggunakan penduduk desa sebagai perisai manusia, mengatakan sejumlah senjata termasuk 16 bom buatan tangan berhasil disita.
Dalam sebuah pernyataan setelah kekerasan Hari Jumat, pemerintah bayangan pro-demokrasi Myanmar, yang dikenal sebagai Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), menuduh junta melakukan "serangan yang ditargetkan" di sekolah-sekolah.
NUG juga menyerukan pembebasan 20 siswa dan guru yang dikatakan telah ditangkap setelah serangan udara tersebut.
BACA JUGA:
Diketahui, serangan kekerasan yang terdokumentasi di sekolah melonjak menjadi sekitar 190 pada tahun 2021 di Myanmar dari 10 di tahun sebelumnya, menurut Save the Children, sebuah organisasi non-pemerintah.
Penggunaan sekolah sebagai pangkalan oleh militer dan kelompok bersenjata juga meningkat di seluruh negeri, sebut organisasi itu dalam sebuah laporan bulan ini, mengganggu pendidikan dan membahayakan anak-anak.