Bagikan:

JAKARTA - Seorang siswa SD di Banyuwangi, Jawa Timur berinisial MR (11) mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri. Diduga, tindakan MR ini karena tak kuat mendapat perundungan (bully) di sekolah.

Pemerhati anak, Retno Listyarti meminta Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi membenahi sistem perlindungan di sekolah agar kasus tersebut tak lagi terjadi di kemudian hari.

"Dinas Pendidikan kabupaten Banyuwangi seharusnya melakukan pemeriksaaan dan memastikan peristiwa yang sebenarnya. Jika benar, maka jangan ditutupi tetapi harus dibenahi sistem perlindungan anak di seluruh sekolah di wilayah kabupaten Banyuwangi, agar tak terulang lagi," kata Retno dalam keterangan dikutip Senin, 6 Maret.

Sekolah sempat membantah adanya bullying di sekolah yang menyebabkan MR gantung diri. Mantan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia ini memandang sikap sekolah tak bisa dibenarkan.

Sebab, berdasarkan keterangan keluarga, korban kerap bercerita pada ibunya bahwa dia mendapat perundungan karena bapaknya sudah meninggal dunia. Bahkan, MR sering enggan berangkat ke sekolah, serta kerap murung ketika pulang sekolah dan bermain.

"Kehilangan ayah tentu merupakan tekanan psikologi berat bagi anak, ketika masalah psikologi kehilangan ini belum sembuh, anak korban justru di-bully lantaran kehilangan ayahnya," ucap Retno.

Retno menegaskan, seharusnya pihak sekolah belajar dari kasus ini, serta mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi di lingkungan sekolah.

"Harusnya ada perhatian khusus ketika terjadi perubahan sikap, karena pihak keluarga menyatakan kalau anaknya berubah murung sejak mendapatkan pembullyan karena tidak punya ayah. Menepis tidak ada pem-bully-an adalah bentuk melepas tanggung jawab dan upaya menjaga citra sekolah," tegasnya.

Lebih lanjut, Retno menilai penyebab seseorang bunuh diri memang tidak tunggal. Namun, kondisi kehilangan ayah dan dibully karena tidak punya ayah lagi tentu bisa menjadi faktor utama si anak memutuskan mengakhiri hidupnya.

"Yang seharusnya dilakukan oleh pendidik adalah membangun empati dan simpati pada sesama anak atas musibah atau ketidakadilan yang dialami orang lain, bukan malah mem-bully", imbuhnya.