JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat membuat sensasi dengan memutus penundaan Pemilu 2024. Kontroversi dan politisasi sangat mungkin muncul pasca putusan ini.
"Vonis itu salah, logikanya sederhana mudah dipatahkan tapi vonis ini bisa memancing kontroversi yang mengganggu konsentrasi. Bisa saja nanti ada yang mempolitisir seakan-akan putusan itu benar," kata Mahfud kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 2 Maret.
Mahfud minta Komisi Pemilihan Umum (KPU) banding atas putusan penundaan Pemilu 2024. Mereka harus melawan habis-habisan di pengadilan tingkat lanjut dan dipastikan akan menang karena pengadilan negeri tak punya wewenang memutus gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima).
Keyakinan tersebut, kata Mahfud, didasari sejumlah alasan hukum. Termasuk tidak berwenangnya PN Jakarta Pusat memutus sengketa pemilu.
"Sengketa sebelum pencoblosan jika terkait proses administrasi yang memutus Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tapi jika soal keputusan kepersertaan paling jauh hanya bisa digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)," tegasnya.
"Nah, Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu dan sudah kalah di PTUN. Itulah penyelesaian sengketa administrasi jika terjadi sebelum pemungutan suara," sambung Mahfud.
Selain itu, hukuman penundaan pemilu atau prosesnya tak bisa dijatuhkan oleh pengadilan negeri sebagai kasus perdata. Hanya KPU yang boleh memberlakukan di daerah tertentu dengan alasan khusus.
"Misalnya di daerah yang sedang ditimpa bencana alam yang menyebabkan pemungutan suara tak bisa dilakukan. Itu pun bukan berdasarkan vonis pengadilan tetapi menjadi kewenangan KPU untuk menentukan sampai waktu tertentu," jelas Mahfud.
Berikutnya, Mahfud juga menyebut penundaan pemilu sesuai putusan PN Jakpus telah bertentangan dengan undang-undang dan konstitus yang menetapkan pesta demokrasi harus dilaksanakan lima tahun sekali. Sehingga, perlawanan hukum harus dilakukan.
"Kita harus melawan secara hukum vonis ini. Ini soal mudah tapi kita harus mengimbangi kontroversi atau kegaduhan yang mungkin timbul," ujar eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
BACA JUGA:
Diketahui, penundaan pemilu tersebut merupakan putusan yang memenangkan gugatan perdata pengajuan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima).
Awalnya, Partai Prima menggugat KPU ke PN Jakpus karena merasa dirugikan oleh penyelenggara pemilu tersebut. Sebab, KPU menyatakan Partai Prima tidak memenuhi syarat dalam menjalani pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.
Dampaknya, Partai Prima tidak bisa melanjutkan tahapan pemilu ke verifikasi faktual. Partai Prima tidak terima. Dalam kajian mereka, Prima menyebut KPU tidak teliti dalam melakukan verifikasi administrasi.
Prima juga memandang Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) bermasalah dan menyebabkan tidak lolosnya partai tersebut dalam tahapan verifikasi administrasi.
Gugatan perdata Prima ke PN Jakpus dengan tergugat yakni KPU dilayangkan pada 8 Desember lalu. Putusan PN Jakpus keluar dengan nomor perkara 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst pada Kamis, 2 Maret.
Berikut adalah bunyi putusan PN Jakpus:
1. Menerima gugatan penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh tergugat;
3. Menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan melawan Hukum;
4. Menghukum tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp500.000.000 kepada Penggugat;
5. Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari;
6. Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad);
7. Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada tergugat sebesar Rp410.000.