JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat telah mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terkait penundaan pemilihan umum (Pemilu) 2024. Keputusan ini lantas menuai polemik.
Ada pro dan kontra. Namun, lebih banyak yang berharap Pemilu 2024 tetap digelar sesuai jadwal yang ada.
Pengamat politik sekaligus pendiri lembaga survei Kedai Kopi, Hendri Satrio menyatakan, menilai keputusan ini terlalu berani. Dia menyebut, hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memutus penundaan Pemilu 2024 telah menempatkan Pemerintah sebagai tertuduh.
"Kalau lihat hakimnya, hakimnya pemberani sekali karena akhirnya menempatkan, dia berani menempatkan Pemerintah sebagai tertuduh atas keputusan PN Jakarta Pusat," kata Hendri Satrio dalam diskusi "Jalan Terjal Pemilu 2024" di Jakarta, seperti dinukil dari Antara, Sabtu, 4 Maret.
Meski demikian, Hendri mengapresiasi sikap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD yang langsung memberikan reaksi terhadap putusan PN Jakarta Pusat tersebut.
"Kalau banyak yang memuji Prof. Mahfud, saya juga memuji Menkopolhukam itu; karena kemudian langsung bereaksi dan memberikan statement yang menyatakan bahwa ini tuh tidak tepat, tidak benar," tambahnya.
Penundaan Pemilu 2024, menurut Hendri, merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan undang-undang (UU). "Melawan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945, melawan sebuah aturan negara yang sebetulnya sudah harus disepakati semua, begitu," katanya.
BACA JUGA:
Selain itu, Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari menyatakan, putusan PN Jakarta Pusat yang meminta Pemilu 2024 ditunda merupakan putusan aneh sekaligus mengejutkan.
"Tentu putusan ini mengejutkan karena sebenarnya banyak aturan yang dilanggar, salah satunya yang paling penting dilanggar oleh PN Jakpus itu adalah Pasal 10, Pasal 11 dari Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019," ujar Feri.
Keputusan paling dahsyat ialah putusan majelis hakim tersebut juga melanggar UUD Negara RI Tahun 1945 yang telah menyatakan pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali.