Penundaan Pemilu 2024 Jadi Sinyal Buruk Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Ilustrasi Pemilu (Foto: Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) terkait penundaan pemilu dalam perkara Partai Prima berpotensi mengganggu iklim investasi di Indonesia.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, keputusan tersebut dapat memicu perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional.

"Jadi, penundaan pemilu adalah preseden (sinyal) buruk bagi pertumbuhan ekonomi tahun ini sampai 2024 ke depan," kata dia saat dihubungi VOI, Jumat, 3 Maret.

Menurut Bhima, saat ini para pelaku usaha sudah mulai meminjam uang ke bank, melakukan persiapan rekrut tenaga kerja tambahan, dan bahkan berani menaikkan kapasitas produksi.

Namun, dengan adanya informasi mengenai penundaan pemilu tersebut, aktivitas perekonomian pun dinilai akan terganggu.

"Begitu muncul gonjang-ganjing penundaan pemilu, maka tidak bisa pasti rencana tadi, bahkan berujung pada kerugian. Dari sisi investor, saat ada isu penundaan pemilu, maka mereka akan wait and see lebih lama," ujarnya.

Lebih lanjut, kata Bhima, yang semula rencana investasi sudah ada di tahun ini, tetapi harus tertunda dan diprediksi baru bisa kembali pada 2025 mendatang.

"Dalam survei kemudahan berbisnis, permasalahan terbesar selain korupsi adalah ketidakpastian politik dan kebijakan. Oleh karena itu, penundaan pemilu sangat merusak prospek investasi," pungkasnya.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memerintahkan Pemilihan Umum (Pemilu) ditunda selama sekitar dua tahun atau sampai 2025. Hal ini merupakan putusan yang memenangkan gugatan perdata pengajuan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima).

Awalnya, Partai Prima menggugat KPU ke PN Jakpus karena merasa dirugikan oleh penyelenggara pemilu tersebut. Sebab, KPU menyatakan Partai Prima tidak memenuhi syarat dalam menjalani pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.

Dampaknya, Partai Prima tidak bisa melanjutkan tahapan pemilu ke verifikasi faktual. Partai Prima tidak terima. Dalam kajian mereka, Prima menyebut KPU tidak teliti dalam melakukan verifikasi administrasi.

Prima juga memandang Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) bermasalah dan menyebabkan tidak lolosnya partai tersebut dalam tahapan verifikasi administrasi.

Gugatan perdata Prima ke PN Jakpus dengan tergugat yakni KPU RI dilayangkan pada 8 Desember lalu. Putusan PN Jakpus keluar dengan nomor perkara 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst pada Kamis, 2 Maret.