Soal Putusan Penundaan Pemilu PN Jakpus, Komisi II DPR: Terkesan Sangat Dipaksakan
Gedung Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus). (ANTARA-Livia Kristianti)

Bagikan:

JAKARTA - Gugatan perdata Partai Prima di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berbuah hukuman kepada KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024. Komisi II DPR menilai vonis itu seperti ada yang dipaksakan.

"Putusan pengadilan negeri ini agak aneh, janggal, dan tidak lazim. Pengadilan negeri telah bertindak melampaui batas kewenangannya dan terkesan sangat dipaksakan," kata Wakil Ketua Komisi II DPR Yanuar Prihatin dalam keterangan tertulis, Jumat 3 Maret.

Yanuar menjelaskan, jalur penyelesaian sengketa verifikasi partai politik alisa parpol ada pada Bawaslu, sedangkan yang berkaitan dengan etika diselesaikan melalui DKPP.

Dia menekankan, tak ada satu pun perintah dalam konstitusi yang memberi kewenangan kepada Pengadilan Negeri untuk memutus perkara perselisihan verifikasi parpol.

Untuk itu, lanjut dia, PN Jakpus tidak memiliki kewenangan dalam menangani sengketa proses pemilu hingga menentukan penyelenggaraan Pemilu 2024.

"Aturan tentang penyelenggaraan pemilu, bahkan penundaan pemilu adalah domain undang-undang, dan kewenangan untuk membuat undang-undang ini dipegang

DPR dan pemerintah," tuturnya disitat Antara.

Menurut Yanuar, PN Jakpus tidak memahami hukum kepemiluan karena memenangkan gugatan perdata Partai Prima terkait sengketa sengketa proses pemilu.

Dia mempertanyakan tuntutan Partai Prima yang meminta penundaan tahapan pemilu karena merasa dirugikan tidak lolos verifikasi sebagai peserta Pemilu 2024. meminta pembatalan keputusan KPU terkait.

"Logikanya yang dituntut mestinya soal pembatalan keputusan KPU yang tidak meloloskan Partai Prima sebagai peserta pemilu," imbuhnya.

Oleh karena itu, kata dia, apabila PN Jakpus memahami aturan hukum kepemiluan seharusnya akan menolak gugatan Partai Prima tersebut.