JAKARTA - Direktur Eksekutif Institute for Security & Strategic Studies (ISSES) Khairul Fahmi mempertanyakan urgensi keterlibatan aparat TNI dalam menjaga keamanan di dalam bus Transjakarta. Dilibatkannya TNI imbas peristiwa pelecehan seksual beberapa waktu lalu.
Khairul menilai kondisi ini menjadi ironi lantaran tidak lagi lazim personel TNI dilibatkan menjaga dan mengawal kegiatan masyarakat pascareformasi yang fungsinya telah beralih ke Polri.
"Penugasan personel TNI untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual maupun tindak kejahatan lainnya di atas bus itu di satu sisi memang dapat menghadirkan ketenangan dan kenyamanan bagi masyarakat pengguna transportasi umum. Namun, di sisi lain ini adalah sebuah ironi dan menghadirkan pertanyaan. Bukankah sebelumnya ada Satpam yang dilibatkan? Apakah itu tidak cukup?" ungkap Khairul saat dihubungi, Kamis, 2 Maret.
Sejatinya, lanjut Fahmi, TNI memiliki fungsi laiknya tentara mengamankan negara dari ancaman musuh dan perpecahan.
Menurut dia, berpartisipasinya militer menjaga aktivitas transportasi umum merupakan skenario terakhir apabila aparat lain seperti Satpol PP atau Polri dinilai tidak mampu atau gagal melaksanakan tugasnya dengan baik dalam memelihara keamanan dan ketertiban di ruang publik.
"Entah apakah karena ketidakmampuan Polri dan Satpol PP, apakah karena keterbatasan jumlah personel, atau apakah karena TNI memang meminta dilibatkan? Saya kira para pemangku kebijakan di DKI patut memberikan penjelasan yang layak pada publik," tuturnya.
Sebelumnya, Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan Transjakarta Apriastini Bakti Bugiansri menuturkan, aparat TNI yang disiagakan pada bus dan haltenya merupakan upaya BUMD ini dalam meminimalisasi tindak pelecehan.
"Petugas pramusapa dan petugas keamanan yang berseragam di bus Transjakarta yang selama ini berjaga di halte-halte, saat ini kita alihkan untuk berjaga di dalam bus-bus layanan Transjakarta untuk mencegah tindak pidana kriminal, khususnya kasus sex predator," kata Apri.
BACA JUGA:
Penempatan aparat TNI dalam bus Transjakarta dilakukan secara mobile atau bergantian dari satu bus ke bus yang lainnya. Selain penempatan petugas keamanan, Transjakarta juga telah berupaya memperluas operasi armada bus pink yang dikhususkan untuk perempuan.
“Kami harap aksi predator seksual dapat diredam dengan upaya-upaya yang kami lakukan. Kami juga menghimbau kepada para pelanggan wanita tidak perlu khawatir memanfaatkan layanan Transjakarta,” ujar Apri.
Baru-baru ini, kembali terjadi dua kasus pelecehan seksual di dalam armada Transjakarta. Seorang wanita berinisial H mengaku menjadi korban pelecehan seksual di bus Transjakarta dengan rute Monas-Pulogadung pada Senin, 20 Februari 2023.
Pelaku telah ditangkap dan ditahan pihak kepolisian. Pelaku meruapakan petugas harian lepas (PHL) Pos Polisi (Pospol) Tambora.
Aksi pelecehan seksual terhadap penumpang perempuan bus Transjakarta kembali terjadi di dalam rangkaian armada bus non-BRT rute Kampung Melayu-Tanah Abang via Cikini, Sabtu 25 Februari.
Korban diketahui masih di bawah umur. Kini, pelaku telah digiring ke Polres Metro Jakarta Pusat.