JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan jika mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen) Rafael Alun Trisambodo terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) maka yang bersangkutan bisa dipidanakan.
“Ya bisa dong, TPPU itu kan pidana serius, lebih dari korupsi ya. TPPU itu ancamannya lebih daripada korupsi. Kalau memang pencucian uang, Rafael itu ya harus ditindak,” tegas Mahfud MD dikutip ANTARA, Kamis 2 Maret.
Mahfud juga menyampaikan bahwa ada pernyataan yang disebutnya sebagai pernyataan bodoh, dalam media sosial TikTok, yang mengatakan dirinya sudah mengetahui adanya pelaporan indikasi pencucian uang oleh Rafael Alun Trisambodo sejak 10 tahun lalu.
“Dan ini kan ada semacam TikTok nyinyir dan bodoh, dikatakan begini, ‘itu Pak Mahfud tuh sudah tahu 10 tahun lalu Rafael dilaporkan pencucian uang, kok baru lapor’, itu kan TikTok bodoh. 10 tahun lalu saya tidak tahu, orang saya bukan Menko Polhukam,” katanya menegaskan.
Dia mengatakan baru tahu adanya indikasi pencucian uang oleh Rafael, dengan adanya berita penganiayaan yang dilakukan anak dari Rafael Alun.
“Sekarang saya jadi tahu ketika anaknya menganiaya David. Lalu muncul nama bapaknya pejabat eselon III yang kaya, lalu saya telepon PPATK, (karena) saya Ketua Tim Pengarah Tindak Pidana Pencucian Uang, sekretarisnya (Ketua) PPATK,” kata Mahfud.
“Saya telepon itu gimana uangnya, ‘oh pak 10 tahun lalu sudah kami laporkan tapi di KPK tidak ditindaklanjuti’. Baru itu saya telepon KPK, ini ada laporan dulu sebelum saya belum Menko Polhukam,” tambah Mahfud.
Dia kembali menegaskan baru mengetahui adanya laporan terhadap Rafael 10 tahun lalu setelah terjadinya peristiwa kriminal yang melibatkan anak Rafael.
“Itu saya tahu sesudah ada peristiwa kriminal itu. Bahwa si Rafael ini katanya mencurigakan. Sudah saya suruh periksa dan sudah diperiksa,” jelasnya.
Sementara itu Ketua KPK Firli Bahuri dijumpai usai menghadiri Sidang Kabinet Paripurna mengatakan pihaknya tengah memeriksa Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Rafael Alun Trisambodo.
Dia menjelaskan dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara pada pasal 5 disebutkan ada kewajiban setiap penyelenggara negara untuk bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan setelah menjabat.
“Itu (pemeriksaan) kita lakukan. Ada juga disebutkan setiap penyelenggara negara memiliki kewajiban untuk melaporkan harta kekayaannya sebelum, selama, dan setelah jabatan," katanya.
BACA JUGA:
"Artinya mereka harus lapor kekayaan, selama jabatan juga harus melaporkan kekayaannya, setelahnya juga nanti kita minta laporan. Tentu laporan ini kita lakukan pemeriksaan, kita nilai layak atau tidak kekayaannya," sambung Firli.
Dia menekankan sesungguhnya LHKPN diatur untuk menjamin supaya tidak terjadi korupsi.
“Jadi nanti saya akan beri tahu lebih lanjut hasil pemeriksaan,” kata dia.