Bagikan:

JAKARTA - Majelis hakim menepis pembelaan terdakwa Irfan Widyanto mengenai pengambilan dua DVR CCTV di pos keamanan Kompleks Polri, Duren Tiga, untuk mempermudah penyelidikan dan penyidikan penyebab tewasnya Yosua alias Brigadir J.

Menurut Hakim Ketua Afrizal Hadi, tindakan terdakwa Irfan Widyanto justru mempersulit proses penyidikan. Sebab, sebagai penyidik terdakwa memiliki pengetahuan soal dampak yang terjadi di balik pengambilan DVR CCTV tersebut.

"Sebagai penyidik mempunyai pengetahuan akan perbuatan mengganti 2 unit DVR CCTV dengan 2 unit DVR yang baru dapat berakibat sistem elektronik dan atau merupakan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya," ujar Hakim Ketua Afrizal dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat, 24 Februari.

Dengan adanya pengetahuan terdakwa soal dampak yang bakal terjadi tetapi tetap mengambil DVR CCTV tersebut, maka, diyakini unsur dengan sengaja telah terpenuhi.

Karena pertimbangan itulah, diputuskan alibi atau pembelaan dari Irfan Widyanto dan kuasa hukumnya mesti dikesampingkan.

"Menimbang bahwa mengenai alasan dari terdakwa penasihat hukum menyatakan mengganti 2 unit yang berada di pos satpam di Komplek Polri, Duren Tiga dengan tujuan untuk memudahkan atau membantu tugas penyidik tidaklah beralasan hukum dan dikesampingkan," ucap hakim.

Sehingga, tindakan Irfan Widyanto mengambil DVR CCTV itu dianggap telah memenhi unsur pidana.

"Maka sub unsur dengan sengaja terpenuhi dan terbukti," kata Hakim Ketua Afrizal.

Irfan Widyanto dalam kasus obstruction of justice berperan mengambil DVR CCTV di pos keamanan Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Hal itu dilakukan atas perintah dari terdakwa Agus Nurpatria.

Dengan peranan itu, peraih Adhi Makayasa Akademi Kepolisian (Akpol) 2010 ini dituntut dengan pidana penjara selama 1 tahun dan denda Rp10 juta.