Bagikan:

JAKARTA - Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) yang diperingati setiap tanggal 21 Februari menjadi pengingat masyarakat soal tragedi longsoran sampah di TPA Leuwigajah, Cimahi. Tragedi itu menyapu permukiman penduduk 18 tahun silam.

Plt Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup (Sudin LH) Jakarta Pusat, Edy Mulyanto, mengatakan kejadian itu tidak hanya menghilangkan ratusan nyawa, tetapi menghilangkan dua kampung atau desa karena timbunan sampah.

"Kita selalu diingatkan bahwa Hari Peduli Sampah Nasional setiap 21 Februari untuk terus mengelola sampah, apalagi Jakarta yang paling banyak sampahnya dari seluruh kota di Indonesia," kata Edy saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa 21 Februari dilansir Antara.

Edy menjelaskan sampah yang dihasilkan warga Jakarta setiap harinya mencapai 7.500 ton. Di antara lima wilayah kota, Jakarta Pusat menjadi kota dengan produksi sampah paling sedikit, yakni 884 ton per hari.

Dari 7.500 ton sampah, sampah jenis organik yang paling banyak dihasilkan masyarakat yakni mencapai 55-60 persen.

Sampah organik terbagi dua, yakni basah dan kering. Sampah organik basah mengandung air, seperti sisa-sisa makanan, seperti sayuran dan buah-buahan, sejenisnya, sedangkan organik kering berupa kayu, ranting pohon, dan daun kering.

Pemerintah berharap masyarakat dapat memilah sendiri sampah rumah tangganya. Setelah dipilah, mereka bisa membawa ke tempat-tempat pengelolaan sampah, salah satunya TPS 3R Ketapang yang berada di Jalan KH. Zainul Arifin, Kelurahan Duri Pulo, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat.

Di tempat ini, masyarakat tidak hanya mendapatkan edukasi memilah sampah, namun juga dapat mengolah sampah organik yang nilainya bisa mencapai jutaan. Sampah organik di TPS 3R Ketapang dapat diolah melalui bio konversi menggunakan larva lalat jenis maggot "Black Soldier Fly" (BSF).

"Sampah anorganik seperti kemasan plastik kalau didaur ulang per kilonya berkisar Rp2.500-Rp4.000 per kg, namun kalau sampah organik yang BSF maggot ini nilai sekilonya bisa Rp50 ribu," kata Edy.