Pasca-Brexit, Kereta Eurostar Beroperasi dengan Ratusan Kursi Kosong
Ilustrasi Eurostar. (Wikimedia Commons/Fraselpantz)

Bagikan:

JAKARTA - Ratusan kursi di kereta Eurostar antara London dan Paris akan kosong karena Brexit dan kekurangan staf.

Kepala Eksekutif perusahaan Gwedoline Cazenave mengatakan, pemeriksaan perbatasan pasca-Brexit mengarah ke "kemacetan di stasiun".

Itu telah memaksa perusahaan untuk membatasi penjualan tiket antara dua ibu kota, untuk menghindari antrean panjang dan keterlambatan.

Bagaimana Brexit menyebabkan masalah bagi Eurostar? Kontrol perbatasan pasca-Brexit berarti semua penumpang harus dicap paspornya, bahkan saat menggunakan eGates.

Namun kekurangan staf perbatasan untuk melakukan pemeriksaan ini menjadi masalah. Waktu yang diperlukan untuk memproses penumpang yang berangkat dari stasiun St. Pancras London telah meningkat 30 persen karena pandemi COVID-19 dan Brexit.

Jika perjalanan pertama pada hari itu tidak berangkat tepat waktu, hal itu dapat menyebabkan keterlambatan yang tidak dapat diatur sepanjang sisa hari itu.

"Jika Anda menunda kereta pertama, maka Anda menunda yang kedua dan itu adalah pengalaman pelanggan yang sangat buruk," kata Cazenave, melansir Euronews 26 Januari.

Kereta pertama setiap hari antara London dan Paris memiliki kapasitas untuk mengangkut 900 penumpang. Tapi, Eurostar harus membatasi penjualan tiket menjadi 550. Artinya, 350 kursi tidak akan terjual.

Lebih jauh, kondisi stasiun Amsterdam Centraal yang sempit membuat masalah di sana semakin parah. Hanya sekitar 200 penumpang yang dapat diproses sebelum keberangkatan pada layanan ke London.

Penumpang disarankan untuk tiba 90 menit sebelum kereta mereka berangkat, tiga kali lebih lama dari sebelum pandemi, untuk memberikan cukup waktu untuk melewati pemeriksaan paspor.

Tidak ada rute Eurostar baru hingga penundaan perbatasan diperbaiki,

Cazenave menjelaskan bahwa masalah tersebut juga menghalangi operator untuk memulai kembali layanan yang sebelumnya ditangguhkan, termasuk rute ski dari London ke Pegunungan Alpen.

"Selama kami tidak dapat beroperasi sebaik mungkin dari sudut pandang pengalaman pelanggan di London dan Paris, mengapa kami harus pergi ke Bourg-Saint-Maurice 10 kali setahun?" katanya.

Fokus utama perusahaan, tambahnya, adalah memperbaiki masalah besar ini sebelum mempertimbangkan apa yang akan dilakukannya di masa depan untuk destinasi semacam ini.

Diketahui, komentar Cazenave muncul saat Eurostar mengumumkan merek barunya, setelah merger dengan operator kereta berkecepatan tinggi Prancis-Belgia, Thalys, dengan harapan dapat mengangkut 30 juta penumpang per tahun pada tahun 2030.