Bagikan:

BANDUNG - Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengaku pemprov sudah berusaha mencoba berbagai cara mengatasi kemacetan di wilayah Bandung Raya (Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung Barat).

"Jadi poinnya mengatasi masalah itu (kemacetan di Bandung Raya) kami sudah memulai belum memanen. Jadi kalau ditanya masih banyak, masih jawabannya tapi bahwa apakah sudah dilakukan upaya, sudah dilakukan upaya cuma masih bertahap," kata Ridwan Kamil, di Gedung Sate, Kota Bandung, Senin 13 Februari.

Dia mengatakan Pemprov Jabar selama ini bukan tanpa upaya menyikapi permasalahan kemacetan. Sebagai contoh sudah ada Badan Cekungan Bandung sebagai wadah untuk berkoordinasi menyelesaikan masalah lintas wilayah termasuk transportasi massal.

"Kemudian BRT sudah dimulai yang berproses," kata dia lagi.

Sebelumnya, Dinas Perhubungan Kota Bandung menyatakan jumlah kendaraan di Kota Bandung mendekati angka populasi penduduk Kota Kembang ini.

Data Dinas Perhubungan Kota Bandung menyebut, jumlah kendaraan saat ini mencapai 2,2 juta unit, sementara populasi penduduk Kota Bandung berjumlah 2,4 juta jiwa.

Ini artinya setiap orang di Kota Bandung memiliki satu kendaraan dan situasi tersebut menyebabkan kepadatan kendaraan di Kota Bandung kian meningkat.

Menyikapi hal tersebut, Gubernur Ridwan Kamil mengatakan tingginya angka kendaraan di Kota Bandung dipengaruhi kebijakan ekonomi manufaktur kendaraan di Indonesia yang tidak memiliki aturan batasan.

"Tidak bisa dihindari karena politik ekonomi manufaktur kendaraan kan tidak ada pembatasan. Kalau di Singapura itu ada kuotanya sehingga populasinya tetap, penduduknya berapa," kata dia pula.

"Sehingga kalau di Singapura beli kendaraan itu beli lelangnya dan beli mobilnya jadi angkanya dua. Tadi kebijakan pusatnya tidak ada, karena tidak ada maka orang serumah bisa punya tiga kendaraan, bapaknya, ibunya, anaknya," kata Ridwan Kamil lagi.

Menurut dia, situasi tersebut juga berhubungan dengan kebijakan pemerintah dalam membangun moda transportasi massal.

Jika dikaitkan dengan konteks di Jabar, kata Ridwan Kamil, urusan transportasi publik cukup pelik lantaran lintas wilayah.