Bagikan:

LAMPUNG - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Lampung Barat berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung dalam menyelesaikan masalah konflik gajah liar dengan warga.

"Kami melakukan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Lampung tentang penyelesaian konflik gajah liar dengan warga yang ada di Suoh ini," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Lampung Barat M Henry Faisal, menukil Antara, Minggu, 12 Februari.

Menurut dia, koordinasi itu dilakukan mengingat berbagai upaya penyelesaian konflik manusia dan gajah liar sudah dilaksanakan, namun konflik masih berlangsung.

Selain koordinasi dengan Pemprov Lampung, kata dia, Pemkab Lampung Barat juga melakukan audiensi sekaligus menyampaikan surat dan proposal permohonan bantuan penanganan konflik gajah dan manusia ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, serta menyampaikan surat permohonan dukungan penanganan konflik gajah dan manusia ke Komisi IV DPR RI.

Dia berharap permohonan bantuan penanganan konflik manusia dan gajah liar di Lampung Barat segera direspons, baik oleh pemerintah pusat maupun Pemprov Lampung.

"Kami berharap kepada pemerintah pusat, mengingat konflik sudah berlangsung cukup lama, menimbulkan kecemasan dan ketidaknyamanan masyarakat, menimbulkan kerugian harta benda milik masyarakat akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh kawanan gajah, serta mengancam keselamatan, baik manusia maupun satwa gajah itu sendiri," ujar dia.

Konflik antara manusia dan gajah liar di Kecamatan Suoh dan Bandar Negeri Suoh, Kabupaten Lampung Barat sudah berlangsung sekitar 4 tahun sejak Oktober 2018 hingga sekarang.

Pemkab Lampung Barat bersama para mitra, di antaranya Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Polres Lampung Barat, Kodim 0422 Lampung Barat, NGO (Konsorsium Bukit Barusan Selatan dan WCS), dan Satgas Pekon telah melaksanakan berbagai upaya mulai dari pemberian santunan dan bantuan untuk warga masyarakat yang menjadi korban konflik.

Selain itu, juga melakukan penghalauan dan penggiringan kawanan gajah kembali ke habitatnya di TNBBS, namun setiap kali penghalauan dan penggiringan selesai dilaksanakan, paling lama dalam kurun waktu satu sampai dengan dua pekan kawanan gajah tersebut kembali memasuki perkebunan dan permukiman warga.

"Satu pekan terakhir, kawanan gajah liar itu terpantau memasuki pekarangan belakang rumah warga setempat. Pemantauan kawanan gajah selama ini dilakukan melalui bantuan GPS collar yang telah terpasang di salah satu kawanan gajah liar itu," katanya.