JAKARTA - Juru Bicara Kementerian Kesehatan M. Syahril menyatakan satu pasien yang dirawat di RSCM karena masuk dalam suspek gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) telah dinyatakan negatif.
Sebelumnya, anak berusia 7 tahun di Jakarta yang sebelumnya dilaporkan mengalami demam pada 26 Januari dan ada keluhan tidak bisa buang air kecil (anuria).
Selain itu, satu pasien suspek lainnya yang dirawat di RSUD Dr. Moewardo Surakarta, Jawa Tengah, tidak termasuk ke dalam kategori gagal ginjal akut karena mengalami gagal ginjal yang disebabkan oleh penyakit bawaan.
"Keduanya bukan pasien terkonfirmasi GGAPA" kata Syahril dalam keterangannya, Jumat, 10 Februari.
Pada kasus suspek di Jakarta, anak tersebut mengalami demam dan mengkonsumsi obat penurun panas sirop yang dibeli secara mandiri. Kemudian, pada tanggal 30 Januari mendapatkan pengobatan penurun demam tablet dari Puskesmas.
Pada tanggal 1 Februari, pasien berobat ke klinik dan diberikan obat racikan. Pada tanggal 2 Februari dirawat di RSUD Kembangan, kemudian dirujuk, dan saat ini masih menjalani perawatan di RSCM Jakarta.
Sementara itu, satu kasus konfirmasi GGAPA yang dialami anak berusia 1 tahun. Anak tersebut demam pada tanggal 25 Januari 2023. Sang anak diberikan obat sirup penurun demam yang dibeli di apotek oleh orang guanya dengan merk Praxion.
Pada tanggal 28 Januari, pasien mengalami batuk, demam, pilek, dan tidak bisa buang air kecil (anuria) kemudian dibawa ke Puskesmas Pasar Rebo, Jakarta, untuk mendapatkan pemeriksaan, dan pada tanggal 31 Januari mendapatkan rujukan ke Rumah Sakit Adhyaksa.
Dikarenakan ada gejala GGAPA maka direncanakan untuk dirujuk ke RSCM, tetapi keluarga menolak dan pulang paksa. Pada tanggal 1 Februari, orang tua memutuskan untuk membawa kembali pasien ke RS Polri dan mendapatkan perawatan di ruang IGD, dan pasien sudah mulai buang air kecil.
Pada tanggal 1 Februari, pasien kemudian dirujuk ke RSCM untuk mendapatkan perawatan intensif sekaligus terapi fomepizole. Namun 3 jam setelah di RSCM pada pukul 23.00 WIB, pasien dinyatakan meninggal dunia dalam keadaan konfirmasi GGAPA.
Berdasarkan hasil studi kasus kontrol yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan di bulan November terhadap kejadian GGAPA, didapatkan anak-anak yang mengkonsumsi obat yang mengandung EG/DEG diatas ambang batas berisiko mengalami GGAPA 13 kali dibandingkan anak yang tidak mengkonsumsi obat tersebut.
Lebih lanjut, Syahril mengimbau agar dalam mengkonsumsi obat masyarakat tetap diminta untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter atau apoteker. Masyarakat juga diminta untuk selalu membeli dan memperoleh obat di sarana resmi, yaitu apotek atau fasilitas pelayanan kesehatan.
Selain itu perlu untuk membiasakan bagi masyarakat agar selalu membaca aturan pakai obat dan mencatat penggunaan obat agar tidak terjadi pemberian obat yang melebihi dosis yang telah ditentukan.
BACA JUGA:
"Bila anak sakit jangan memberikan obat secara mandiri tanpa berkonsultasi dengan dokter. Dan orang tua perlu waspada terhadap gejala-gejala awal yang timbul seperti keluhan buang air kecil (BAK), jika terjadi penurunan jumlah BAK atau bahkan tidak dapat BAK sama sekali, segera bawa ke rumah sakit rujukan," urai Syahril.