MAKASSAR - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) wilayah VI Makassar, Sulawesi Selatan, memanggil dua distributor Minyakita kemasan untuk dimintai klarifikasi terkait dugaan pelanggaran penyaluran komoditas itu yang dianggap tidak wajar.
"Sementara ini masih kita jadwalkan (pemanggilan) dua distributor terlebih dahulu dan tidak menutup kemungkinan akan kita kembangkan ke saksi-saksi lain, tergantung pengembangannya," kata Kepala Kantor Wilayah VI KPPU Hilman Pujana di Makassar dilansir ANTARA, Kamis, 9 Februari.
Selain dua distributor tersebut, kata Hilman, KPPU juga menjadwalkan untuk memeriksa dan mengambil keterangan tiga pengecer Minyakita. Untuk distributor yang diperiksa hanya seputar wilayah Kota Makassar.
Mengenai apakah distributor tersebut menguasai pasar di Indonesia Timur, Hilman belum bisa menjelaskan secara rinci karena masih dalam proses penelitian.
"Nanti kita cek (hasil) saat pemeriksaannya karena saat ini kita belum dapat memberikan penjelasan lebih jauh," tutur Hilman.
Pemanggilan distributor itu setelah KPPU melakukan pemantauan di hilir atau pasar mengenai harga produk Minyakita. Pemerintah menetapkan harga minyak goreng kemasan subsidi itu sebesar Rp14.000, tetapi di pasaran ditemukan produk Minyakita dijual dengan harga sampai Rp17.500 per kemasan.
Setelah dicek ke distributor utama di Bulog, Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) dan PT Smart, stok produk minyak kemasan itu tersedia, namun harga di pasaran lebih tinggi dari ketetapan pemerintah sehingga diduga disalahgunakan distributor besar ke toko pengecer.
"Tindak lanjutnya, saya turunkan tim sebab suatu barang banyak diminati konsumen pasti ada nilai lebih, ternyata betul ada terjadi penjualan bersyarat. Pihak distributor ini ada menjual ke toko kalau mau dapat Minyakita harus membeli produk lain," ujar Hilman.
BACA JUGA:
Syarat penawarannya ada margarine atau mentega, sabun dan lain-lain. Dalam aturan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, tindakan yang dilakukan distributor itu ada potensi melanggar aturan.
"Jadi, tidak boleh orang jualan mau beli ini karena sangat butuh, seperti produk Minyakita digandeng produk yang lain. Itu beberapa temuan kita," katanya menegaskan.
Mengenai adanya perjanjian itu, sementara ini ditemukan antara distributor dengan toko pengecer.
"Jadi, praktiknya toko pengecer kalau mau ambil Minyakita harus mengambil barang lain. Informasi diperoleh, mereka mengambil dan dari invoce (kuitansi pembelian) ditemukan mereka ambil Minyakita, ambil juga barang lain," jelas Hilman.
Dari praktik itu, sambung dia, ada kerugian dan di sisi lain distribusi menjadi terhambat.
"Kalau seperti itu akan jatuh pada harga jual dan merugikan konsumen. Efeknya buat toko pengecer harus membeli barang yang tidak dibutuhkan sehingga biaya dikeluarkan besar dengan dibagi dua produk sekaligus," sambung Hilman.